BAB I
KONSEP DASAR
A. Definisi
Secara harfiah Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya inflamasi pada bronkus. Secara klinis para ahli mengartikan Bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang paling utama dan dominan(Ngastiah, 1997)
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998)
Bronkitis merupakan Inflamasi luas jalan nafas dengan penyempitan atau hambatan jalan nafas dan peningkatan produksi sputum mukoid, menyebabkan ketidakcocokan ventilasi, perfusi, dan menyebabkan sianosis. Ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai dengan pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahunnya dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun
Bronkitis adalah suatu peradangan dari bronkioli, bronkus dan trakea oleh berbagai sebab. Bronkitis akut adalah penyakit infeksi saluran nafas akut (inflamasi bronkus) yang biasanya terjadi pada bayi dan anak yang biasanya juga disertai dengan trakeitis (Ngastiyah; 1997; 36).
Bronkitis biasa juga disebut dengan laringotrakeobronkitis akut atau croup dan paling sering menyerang anak usia 3 tahun (Ngastiyah; 1997; 37).
Jadi bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis dapat bersifat akut maupun kronis. Bronchitis akut adalah peradangan bronki dan kadang-kadang mengenai trakea yang timbul secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh perluasan infeksi saluran napas atas seperti common cold atau dapat juga disebabkanoleh agen fisik atau kimia seperti: asap, debu, atau kabut yang menguap. Sedangkan bronchitis kronis adalah gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus yang berlebihan pada bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selam sedikitnya tiga bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut-turut.
B. Etiologi dan Klasifikasi
1. Etiologi
Penyebab utama penyakit Bronkitis Akut adalah adalah virus. Sebagai contoh Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut selalu terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.
Penyebab pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah disebabkan oleh beberapa factor. Menurut Suparman et. All. (1999), ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis kronis yaitu rokok, infeksi, dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status sosial
a. Rokok
Menurut buku report of the WHO’s expert committe smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkhitis kronik
dan emfisema paru
b. Infeksi
Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun lebih berat. Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita bronkhitis kronik hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah serta menyebabka kerusakan paru bertambah. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Haemophillus Influenzae dan Streptococcus Pneumoniae Bronkitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur. Bronkitis biasanya sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, Respiratory Syncitial virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat dijumpai pada anak yang sedang menderita morbilli, pertusis dan infeksi mycoplasma pneumoniae (Ngastiyah; 1997).
c. Polusi dan factor non infeksi lain
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit diatas, tetapi bila ditambah merokok, resiko akan lebih tinggi Penyebab non infeksi lain adalah akibat aspirassi terhadap bahan fisik atau kimia. Faktor predisposisi terjadinya bronkitis akut adalah perubahan cuaca, alergi, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik memudahkan terjadinya bronkitis (Ngastiyah; 1997; 37).
d. Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau
tidak, kecuali pada penderita dengan defisiensi alfa-1-antitripsin yang merupakan suatu protein
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada penderita bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan ekonomi lemah
f. Hipotesis elastase-anti elastase
Didalam paru terdapat terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase supaya tidak ada kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan akan menimbulkan kerusakan jaringan elastik paru
2. Klasifikasi
a. Bronkitis Akut
Biasanya Bronkitis akut terajdi pada bayi dan anak, dan biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit
saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai.
b. Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang
Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya (KONIKA, 1981). Dengan memakai batasan ini maka secara jelas terlihat bahwa Bronkitis Kronik termasuk dalam kelompok BKB (Batuk Kronik Berulang) tersebut. Dalam keadaan kurangnya data penyelidikan mengenai Bronkitis Kronik pada anak maka untuk menegakkan diagnosa Bronkitis Kronik baru dapat ditegakkan setelah menyingkirkan semua penyebab lainnya dari BKB.
Bronkhitis kronik dapat dibagi atas :
1) Simple Chronic Bronchitis : bila sputumnya mukoid
2) Chronic / reccurent mucopurulent bronchitis : bila dahaknya mukopurulen
3) Chronic Obstructive Bronchitis : jika disertai dengan obstruksi saluran nafas yang menetap
C. Pathofisiologi
Kelainan utama pada bronkitis adalah hipertropi dan hiperplasia kalenjar mukus bronkus. Terjadi sekresi mukus yang berlebihan dan lebih kental. Secara histologis dapat dibuktikan dengan membandingkan tebalnya kalenjar mukus dan dinding bronkus. Angka ini dinamakan indeks Reid. Normal adalah 0,26. Pada bronkhitis kronik rata-rata 0,55. terdapat juga peradangan difus, penambahan sel mononuklear, di sub mukosa trakeobronkhial, metaplasia epitel bronkhus dan silia berkurang. Pada penderita yang mengalami bronkhospasme, otot polos dan saluran bertambah dan timbul fibrosis peribronkhial. Yang penting juga adalah perubahan pada saluran nafas kecil ( small airways ) yaitu hiperplasia sel gobet, sel radang dimukosa dan submukosa, edema peribronkhial, penyumbatan mukus intreluminal dan penambahan otot polos
PATHWAY /POHON MASALAH KEPERAWATAN
Gambar 1.1 Patofisiologi dan Pathway Masalah Keperawatan
Gambar 1.2 Gambar perubahan anatomis saluran nafas akibat bronkitis (khususnya bronchitis kronik)
D. Manifestasi klinik
1. Tanda toksemi : Malaise, demam, badan terasa lemah, banyak keringat “Diaphoresis”, tachycardia, tachypnoe.
2. Tanda iritasi : Batuk, ekspektorasi/ peningkatan produksi sekret, rasa sakit dibawah sternum
3. Tanda obstruksi : sesak nafas, rasa mau muntah.
E. Prognosis
Bila tidak ada komplikasi prognosis bronkitis akut pada anak umumnya baik. Pada bronkitis akut yang berulang dan bila anak merokok (aktif atau pasif) maka dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis kronik kelak pada usia dewasa (Ngastiyah; 1997; 37).
F. Komplikasi
1. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
2. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
3. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
4. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasis atau Bronkietaksis
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Sinar X dada : peningkatan tanda bronkovaskular
2. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.
3. GDA : Pa O2 menurun dan PCO2 meningkat / normal
4. Bronkhogram : pembesaran duktus mukosa
5. EKG : Disritmia ditrial, peningkatan gelombang P pada lead I, II, III, AVF
H. Penatalaksanaan dan terapi
Untuk terapi disesuaikan dengan penyebab, karena bronkitis biasanya disebabkan oleh virus maka belum ada obat kausal. Obat yang diberikan biasanya untuk mengatasi gejala simptomatis (antipiretika, ekspektoran, antitusif, roburantia). Bila ada unsur alergi maka bisa diberikan antihistamin. Bila terdapat bronkospasme berikan bronkodilator. Penatalaksanaannya adalah istirahat yang cukup, kurangi rokok (bila merokok), minum lebih banyak daripada biasanya, dan tingkatkan intake nutrisi yang adekuat.
Bila pengobatan sudah dilakukan selama 2 minggu tetapi tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan antibiotik boleh diberikan. Pemberian antibiotik adalah 7-10 hari, jika tidak ada perbaikan maka perlu dilakukan thorak foto untuk menyingkirkan kemungkinan kolaps paru segmental dan lobaris, benda asing dalam saluran pernafasan dan tuberkulosis.
Berikut ini pengelolaan secara umum pada pasien bronchitis :
1. Penyuluhan
Sangat penting, diterangkan tentang hal-hal yang memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan yang baik
2. Pencegahan
a. Menghindari Rokok
b. Menghindari lingkungan polusi
c. Vaksin
3. Pengelolaan sehari-hari
Tujuan utama : untuk mengurangi obstruksi saluran pernafasan. Dapat dilakukan dengan Pemberian bronkhodilator :
a. Teophilin
b. Agonis
c. Kortikosteroid
d. Mengurangi sekresi mukus
4. Fisioterapi dan rehabilitasi
a. Postural Drainage
b. Vibrasi
c. Perkusi
d. Purse lip breathing
5. Pemberian oksigen jangka panjang
6. Pengelolaan eksaserbasi akut, kegagalan pernafasan
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN BRONKITIS
A. Pengkajian
1. Riwayat penyakit masa lalu
Faktor pencetus timbulnya bronkitis (infeksi saluran pernafasan atas, adanya riwayat alergi, stress). Frekwensi timbulnya wheezing, lama penggunaan obat-obat sebelumnya (paling akhir), riwayat asthma, adanya faktor keturunan terhadap alergi.
2. Pemeriksaan fisik
Peningkatan usaha dan frekwensi pernafasan, penggunaan otot bantu pernafasan (mungkin didapatkan adanya bentuk dada barrel/ tong), suara nafas (rales, ronchi, wheezing), peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, menunjukkan tanda dari terjadinya “failure respiratory” seperti diaporesis, kelelahan, penurunan kemampuan bereaksi “decreased responsiveness” dan cyanosis. Turgor kulit, ubun-ubun besar.
Perubahan pada pemeriksaan gas darah, perubahan pada eosinopil (pada hitung jenis darah), pemeriksaan pada foto thoraks.
3. Faktor pertumbuhan dan psikososial
Usia, seberapa jauh faktor pencetus mempengaruhi kehidupan sosial penderita, tingkat pengetahuan keluarga dan klien terhadap regimen pengobatan yang diberikan, mekanisme koping keluarga dan klien, kebiasaan yang dikaitkan dengan kenyamanan klien (waktu tidur, waktu istirahat dan benda kesayangan). Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya, kerabat keluarga dengan riwayat asthma.
4. Pengetahuan klien dan keluarga
Pengetahuan keluarga tentang pengobatan yang diberikan (nama, cara kerja, frekwensi, efek samping dan tanda-tanda terjadinya kelebihan dosis). Pengobatan non farmakologis “non medicinal intervenstions” seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan alergen atau iritan (jika diketahui penyebab alergi), support sistem, kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.
B. Prioritas Keperawatan
1. Mempertahankan potensi jalan nafas
2. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
3. Meningkatkan asupan nutrisi
4. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit / prognosis dan program pengobatan
C. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Diagnosis Keperawatan 1
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronchospasme, edema mukosa, akumulasi mukus.
Batasan Karakteristik
a. Subjektif
Dispnea
b. Objektif
Bunyi napas tambahan (misalnya, ronki basah halus, ronki basah kasar, dan ronki kering), perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan, batuk tidak ada atau tidak efektif, sianosis, kesulitan untuk bersuara, penurunan bunyi napas, ortopnea, kegelisahan, sputum, dan mata terbelalak.
Hasil Yang Disarankan NOC
a. Status Pernapasan : Pertukaran gas : Pertukaran CO2 atau O2 alveolar untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri.
b. Status Pernapasan : Ventilasi : Pergerakan udara masuk dan keluar paru-paru.
c. Perilaku Mengontrol Gejala : Tindakan seseorang untuk meminimalkan perubahan sampingan yang didapat pada fungsi fisik dan emosi.
d. Perilaku Perawatan : Penyakit atau Cedera : Tindakan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan patologi.
Tujuan/Kriteria Evaluasi
Pasien akan mempunyai jalan napas yang paten, mengeluarkan sekresi secara efektif, mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang yang normal, mempunyai fungsi paru dalam batas normal, mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah.
Intervensi Prioritas NIC
Pengelolaan jalan napas : Fasilitas untuk kepatenan jalan udara
Pengisapan jalan napas : Memindahkan sekresi jalan napas dengan memasukkan sebuah kateter pengisap ke dalam jalan napas oral dan atau trakea.
Intervensi:
No. TINDAKAN/INTERVENSI RASIONAL
1
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17. Mandiri
Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis.mengi, kretels, ronki.
Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Catat adanya/derajat dispnea, mis.keluhan "lapar udara," gelisah, ansietas, distres, pernapasan, penggunaan otot bantu.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis.peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis.debu, asap, dan bantal yang berhubungan debgan kondisi individu.
Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Observasi karakteristik batuk, mis.menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki keeftifan upaya batuk.
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Amjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti m
akan.
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis. Penyebaran, krekels basah (bronkitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema) atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stera/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis.infeksi, reaksi alergi.
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distres berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal,dll. membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi.
Bronkodilator, mis.ß-agonis : epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin); albuterol (Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine, Brethaire0; isoetarin (Brokosol, Brokometer);
Xantin, mis.aminofilin, oxtrifilin (Choledyl); teofilin (Bronkodyl, Theo-Dur)
Kromolin (Intal), flunisolida (Aerobid);
Steroid oral, IV, dan inhalasi; metilprednisolon (Medrol);deksametason (Decadral); antihistamin mis.berklometason (Vanceril. Beclonent); triamsinolon (Azmacort);
Antimikrobial;
Analgesik, penekan batuk/antisuif mis.kodein, produk dextrometorfan (Benylin DM, Comtrex, Novahistine).
Berikan humifikasi tambahan, mis.nebuliser ultranik, humidifier aerosol ruangan.
Bantu pengobatan pernapasan, mis.IPPB, fisioterapi dada.
Awasi/buat seri GDA, nadi oksimetri, foto dada. .
Merilekskan oto halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi atau inhalasi.
Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot/kegagalan pernapasan dengan meningkatkan kontraktilitas diafrgma. Meskipun teofilin telah dipilih untuk terapi, penggunaan teofilin mungkin sedikit atau tak menguntungkan pada program obat ß-agonis adekuat. Namun, ini dapat mempertahankan bronkodilatasi sesuai penurunan efek dosis antar ß-agonis. Penelitian saat ini menunjukkan teofilin menggunakan korelasi dengan penurunan frekuensi perawatan di rumah sakit.
Menurunkan inflamasi jalan napas lokal dan edema dengan menghambat efek histamin dan mediator lain.
Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran histamin, menurunkan berat dan frekuensi spasme jalan napas, inflamasi pernapasan dan dispnea.
Banyak antimikrobial dapat diindikasi untuk mengontrol infeksi pernapasan/pneumonia. Catatan : meskipun tak ada pneumonia, tetapi dapat meningkatkan aliran udara dan memperbaiki hasil.
Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi dan memungkinkan pasien istirahat.
Kelembaban menurunkan kekentalan sekret mempermudah pengeluaran dan dapat membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru. Catatan : Dapat meningkatkan spasme pada asma.
Membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses penyakit dan komplikasi.
2. Diagnosis Keperawatan II
Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar, ketidakseimbangan perfusi-ventilasi.
Batasan Karakterisitk
a. Subjektif
Dispnea, sakit kepala pada saat bangun, dan gangguan penglihatan.
b. Objektif
Gas darah arteri yang tidak normal, pH arteri tidak normal, ketidaknormalan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan, warna kulit tidak normal (misalnya, pucat dan kehitaman), konfusi, sianosis (hanya pada neonatus), karbon dioksiada menurun, diaforesis, hiperkapnia, hiperkarbia, hipoksia, hipoksemia, iritabilitas, cuping hidung mengembang, gelisah, somnolen, dan takikardia.
Hasil Yang Disarankan NOC
Status Pernapasan : Pertukaran Gas : Pertukaran CO2 atau O2 di alveolar untuk mempertahankan konsentrasi gas darah arteri.
Status Pernapasan : Ventilasi : Perpindahan udara masuk dan keluar dari paru-paru.
Tujuan/Kriteria Evaluasi
a. Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan Status Pernapasan : Pertukaran Gas dan Status Pernapasan : Ventilasi tidak bermasalah.
b. Status Pernapasan : Pertukaran Gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indikator gangguan sebagai berikut :
Status neurologis dalam rentang yang diharapkan
Dispnea pada saat istirahat dan aktivitas tidak ada
Gelisah, sianosis, dan keletihan tidak ada
PaO2, PaCO2, pH arteri, dan saturasi O2 dalam batas normal
End tydal CO2 dalam rentang yang diharapkan.
Intervensi Prioritas NIC
a. Pengelolaan Asam-Basa : Meningkatkan keseimbangan asam basa dan mencegah komplikasi akibat dari ketidakseimbangannya.
b. Pengelolaan Jalan Napas : Memfasilitasi kepatenan jalan napas.
No. TINDAKAN/INTEVENSI RASIONAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Mandiri
Pantau :
Status pernapasan tiap 4 jam
Hasil GDA
Nilai nadi oksimetri
Kadar teofilin serum
Laporan sinar x dada
Hasil tes fungsi sputum dan pulmonal.
Berikan obat-obat yang diresepkan meliputi kombinasi dari bronkodilator, steroid dan antibiotik. Evaluasi keefektifannya. Jadwalkan obat-obatan untuk mempertahankan konsistensi kadar darah.
Tinjau kembali obat-obatan untuk menghindari interaksi merugikan obat dengan obat. Rujuk referensi farmakologis dan farmasis bila dibutuhkan.
Pertahankan posisi fowler's dengan tangan abduksi dan disokong oleh bantal atau duduk condong ke depan dengan ditahan oleh meja yang ditempatkan di atas tempat tidur.
Dorong pasien utnuk meningkatkan masukan cairan sekurang-kurangnya 3 L/hari.
Dorong pasien untuk melakukan napas dengan spirometer intensif tiap 2-4 jam. Beri atau bantu terapis pernapasan dalam melakukan fisioterapi dada yang diprogramkan, drainase postural dan tindakan aerosol sesuai dengan yang dibutuhkannya. Apabila pasien tidak mampu untuk batuk dan mengeluarkan sekret secara efektif, lakukan penghisapan nasotrakeal.
Hindari penggunaan depresan saraf pusat berlebihan (narkotik dan sedatif).
Anjurkan untuk berhenti merokok sekarang.
Usahakan suhu ruangan sejuk/nyaman. Untuk mengindetifikasi indikasi kenajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan. Karena kerusakan permanen yang telah terjadi pada sebagian paru akibat PPOM untuk mengharapkan nilai normal dari GDA dengan pH normal dan peningkatan nilai PaCO2 dan HCO2. ini seringkali menunjukkan kasus 50-50 karena nilai PaCO2 dan PaCO2 serupa.
Bronkodilator dapat membuka bronkus;steroid menurunkan inflamasi bronkial, dan antibiotik menghilangkan infeksi. Efek terapeutik yang diinginkan dari obat ini adalah resolusi dari manifestasi distres sistem dalam darah dari obat yang diresepkan paling baik untuk menjamin efektivitas terapeutik maksimum. Kadar teofilin serum dapat menentukan eek terapeutik agen dasar teofilin.
Kombinasi farmokoterapi meningkatkan risiko interaksi merugikan dari obat dengan obat. Interaksi yang merugikan dapat juga berpotensi mempengaruhi atau menghambat kerja satu agen.
Posisi tegak dengan lengan abduksi dan disokong, akan memungkinkan ekspansi paru yang lebih baik, dengan mengurangi tekanan abdomen pada diafragma melalui tekanan gravitasi.
Untuk membantu melepaskan sekresi bronkial dan koreksi dehidrasi.
Untuk mengeluarkan sekresi paru-paru dan menjamin kepatenan jalan napas.
Obat-obatan tersebut dapat menekan fungsi sistem pernapasan.
Nikotin yang terkandung dalam tembakau dapat mengakibatkan vasokontriksi dan kontriksi bronkus. Di samping itu asap rokok fungsi silia meningkatkan batuk dan dapat mengakibatkan menurunnya persen SaO2.
Udara sejuk memungkinkan bernapas mudah.
Kolaborasi
Konsultasi kepada dokter jika gejala-gejala tersebut menetap atau memburuk. Siapkan pasien untuk dipindahkan ke UPI dan untuk pemasangan ventilasi mekanis, jika terjadi gagal napas (kemunduran status mental, hipoksia berat dan hiperkapnia).
Berikan oksigen yang dilembabkan pada kecepatan aliran yang dianjurkan, biasanya 2 L/menit. Gagal pernapasan akut merupakan komplikasi utama yang sering menyertai PPOM. Ventilasi mekanis sangat diperlukan untuk membantu pernapasan sampai pasien dapat bernapas sendiri.
Pelembaban membantu mengeluarkan sputum yang menempel di bronkus dan mencegah kekeringan pada membran mukosa. Untuk pasien dengan PPOM, kendali hipoksia merupakan rangsang untuk pernapasan. PaO2 antara 50-70 mm Hg diperlukan untuk merangasang pernapasan. Terlalu banyak oksigen dapat menghentikan rangsang untuk bernapas dan menyebabkan henti napas. Frekuensi aliran oksigen per menit disesuaikan dengannilai PaO2 dan PaCO2.
3. Diagnosos Keperawatan III.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia sekunder akibat dispnea, halitosis, keletihan, ketergantungan kimiawi, penyakit kronis, kesulitan mengunyah atau menelan, faktor ekonomi, intoleransi makanan, kebutuhan metabolik tinggi, refleks mengisap pada bayi tidak adekuat, kurangnya pengetahuan dasar nutrisi, akses pada makanan terbatas, hilangnya nafsu makan, mual/muntah, pengabaian oleh orang tua, dan gangguan psikologis.
Batasan Karakteristik
Berat badan kurang dari 20 persen atau lebih dari ideal terhadap tinggi badan dan kerangka
Asupan makana kurang dari kebutuhan metabolik, baik kalori total atau nutrisi spesifik
Kehilanmgan berat badan dengan asupan makanan adekuat
Melaporkan asupan tidak adekuat kurang dari anjuran kecukupan gizi harian.
a. Subjektif
Kram abdomen, nyeri abdomen dengan atau tanpa penyakit, merasakan ketidakmapuan untuk mengongestikan makanan, melaporkan perubahan sensasi rasa, melaporkan kurangnya makanan, merasa kenyang segera setelah mengingestikan makanan, indigesti.
b. Objektif
Tidak tertarik untuk makan, kerapuhan kapiler, diare dan atau steotore, adanya bukti kekurangan makana, kehilangan rambut yang berlebihan, bising usus hiperaktif, kurang informasi, misinformasi, kurangnya minat pada makanan, miskonsepsi, konjungtiva dan membran mukosa pucat, tonus otot buruk, menolak untuk makan, luka, rongga mulut inflamasi, kelemahan otot yang dibutuhkan untuk menelan atau mengunyah.
Hasil yang Disarankan NOC
a. Status Gizi ; Tingkat zat gizi yang tersedia untuk memenuhi kenutuhan metabolik
b. Status Gizi : Asupan Makanan dan Cairan : Jumlah makanan dan cairan yang dikonsumsi tubuh selama waktu 24 jam.
c. Status Gizi : Nilai Gizi : Keadekuatan zat gizi yang dikonsumsi tubuh.
Tujuan/Kriteria Hasil
Menunjukkan status gizi : Asupan Makanan, Cairan, dan Zat Gizi, ditandai dengan indikator berikut :
Makanan oral
Pemberian makanan leat slang atau nutrisi parenteral total
Asupan cairan oral atau IV
Mempertahankan berat badan
Menjelaskan komponen keadekuatan diet bergizi
Menyatakan keinginan untuk mengikuti diet
Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
Intervensi Prioritas NIC
a. Pengelolaan Gangguan Makan : Pencegahan dan penanganan pembatasab diet yang berat dan aktivitas berlebih atau makan dalam jumlah banyak dalam satu aktu dan mencahar makanan dan cairan.
b. Pengelolaan Nutrisi : Bantuan atau pemberian asupan diet makanan dan cairan yang seimbang.
c. Bantuan Menaikkan Berat badan : Fasilitas pencapaian kenaikan berat badan.
Intervensi
No. TINDAKAN/iNTERVENSI RASIONAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Mandiri
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Auskultasi bunyi usus.
Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus sekali pakai dan tisu.
Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingain.
Timbang berat badan sesuai indikasi. Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat. Selain itu, banyakpasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat malnutrisi. Oarang yang mengalami emfisema sering kurus dengan perototan kurang.
Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan, pilihan dengan peningkatan kesulitan napas.
Rasa tak enak, bau, dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan dispnea.
Suhu ekstern dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Catatan : Penurunan berat badan dapat berlanjut meskipun masukan adekuat sesuai teratasinya edema.
Kolaborasi
Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah cerna, secara nutrisi seimbang, mis.nutrisi tambahan oral/selang, nutrisi parenteral .
Kaji pemeriksaan laboratorium, mis.albumin serum, transferin, profil amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi. Metode makan dan kebutuhan kalori didasari pada situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
Menurun kan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan masukan.
4. Diagnosis Keperawatan IV
Hipertermi berhubungan dengan bakterimia, viremia
Tujuan:
Suhu tubuh dalam batas normal setelah mendapat tindakan keperawatan dengan kriteria:
Suhu tubuh dalam batas normal, tekanan darah dalam batas normal, nadi dan respirasi dalam batas normal.
Intervensi:
No. TINDAKAN/iNTERVENSI RASIONAL
1
2
3
4
5
6 Mandiri
Jelaskan pada keluarga tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Berikan kompres.
Anjurkan kepada keluarga dan klien untuk minum lebih banyak.
Anjurkan kepada keluarga untuk memakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat untuk klien.
Observasi tanda-tanda vital.
Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
Penurunan panas dapat dilakukan dengan cara konduksi melalui kompres.
Hidrasi cairan yang cukup dapat menurunkan suhu tubuh
Penurunan suhu dapat dilakukan dengan tehnik evaporasi
Peningkatan suhu tubuh mencerminkan masih adanya bakterimia, viremia
Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian antipiretik Antipiretik mengandung regimen yang bekerja pada pusat pengatur suhu di hipotalamus.
5. Diagnosis Keperawatan V
Kecemasan berhubungan dengan rasa sesak, penggunaan alat-alat medis yang asing (tak dikenal).
Tujuan:
Rasa cemas berkurang setelah mendapat penjelasan
Kriteria:
Klien mengungkapkan sudah tidak takut terhadap tindakan perawatan, klien tampak tenang, klien kooperatif.
Interevensi:
No. TINDAKAN/iNTERVENSI RASIONAL
1
2
3
Mandiri
Jelaskan pada klien setiap tindakan yang akan dilakukan.
Berikan motivasi pada keluarga untuk ikut secara aktif dalam kegiatan perawatan klien.
Observasi tingkat kecemasan klien dan respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Penjelasan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan.
Peran serta keluarga secara aktif dapat mengurangi rasa cemas klien.
Deteksi dini terhadap perkembangan klien.
6. Diagnosis Keperawatan VI
Kurang pengetahuan (pengobatan, olah raga, alergen) berhubungan dengan terbatasnya informasi
Tujuan:
Keluarga memiliki pengetahuan yang cukup setelah mendapatkan penjelasan
Kriteria:
Keluarga mampu menjelaskan lagi tentang pengobatan dan penatalaksanaan pada klien Bronchitis dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Intervensi:
No. TINDAKAN/iNTERVENSI RASIONAL
1
2
3
4
Mandiri
Jelaskan pada keluarga tentang pengobatan Bronchitis pada anak.
Jelaskan pada keluarga tentang olahraga yang dapat dilakukan.
Jelaskan pada keluarga tentang efek samping penggunaan obat-obatan.
Observasi pengetahuan keluarga tentang penjelasan yang diberikan oleh petugas.
Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga mengerti tujuan dilakukannya pemberian terapi/ pengobatan.
Olahraga ringan dapat membantu meningkatkan compliance paru.
Mencegah terjadinya komplikasi akibat efek samping pengobatan.
Kemampuan keluarga dalam memberikan penjelasan mencerminkan tingkat pemahaman keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. L.D. (1997). Nursing diagnosis; application to clinical practice. 7th Edition. Lippincott. Philadelpia. New York.
Doenges, E . Marilyn . 2000 . Rencana Asuhan Keperawatan . Alih Bahasa I Made Kariasa S.Kp ; Ni Made Sumarwati S.Kp . Jakarta : EGC
Ngastiyah (1998). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta
Soeparman, et. all. 1999 . Ilmu Penyakit Dalam . Jakarta : Gaya baru
Soetjiningsih (1995). Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta.
http://askep-akper.blogspot.com
http://akperppnisolojateng.blogspot.com
http://sely-biru.blogspot.com/2010/03/konsep-dasar-definisi-bronkitis-kronik.html
http://botol-infus.blogspot.com/2010/07/askep-bronkitis.html
http://si-4bangku.blogspot.com/2008/07/konsep-dasar-bronkitis.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar