Laman

Sabtu, 31 Oktober 2009

Askep Pada Klien Trauma Kepala

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA KEPALA

A. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala
 Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
 Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
 Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
 Cedera kulit.
 Cedera jaringan tulang.
 Cedera jaringan otak.
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
 Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
 TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).


Trauma kepala



Kulit Tulang kepala Jaringan otak


Fraktur - Komusio
 Fraktur linear. - Edema
 Fraktur comnunited - Kontusio
 Fraktur depressed - Hematom
 Fraktur basis




TIK meningkat
 Gangguan kesadaran
 Gangguan tanda-tanda vital
 Kelainan neurologis





B. Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan.


C. Patofisiologi


Cidera Kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder


 Kontosio
 Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik


Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :
 Edema
 Hematom
 Metabolisme anaerobik
 Hipoximia


Respon biologik


Gejala :
1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.














Trauma Kepala


Gangguan auto regulasi


TIK meningkat Aliran darah otak menurun


Edema otak Gangguan metabolisme
 O2 menurun.
 CO2 meningkat.
Asam laktat meningkat

Metabolik anaerobik


Tipe Trauma kepala :
1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.

Trauma kepala terbuka :
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
 Merobek duramater -----LCS merembes.
 Saraf otak
 Jaringan otak.

Gejala fraktur basis :
 Battle sign.
 Hemotympanum.
 Periorbital echymosis.
 Rhinorrhoe.
 Orthorrhoe.
 Brill hematom.



Trauma Kepala Tertutup :
1. Komosio
2. Kontosio.
3. Hematom epidural.
4. Hematom subdural.
5. Hematom intrakranial.

Komosio / gegar otak :
 Cidera kepala ringan
 Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
 Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
 Tanpa kerusakan otak permanen.
 Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
 Disorientasi sementara.
 Tidak ada gejala sisa.
 MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
 Tidak ada terapi khusus.
 Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
 Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.

Kontosio Cerebri / memar otak :
 Ada memar otak.
 Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
 Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.

Hematom Epidural :
 Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
 Lokasi tersering temporal dan frontal.
 Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
 Katagori talk and die.
 Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.

Hematom Subdural :
 Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
 Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
 Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.

 Sub Akut :
- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.

 Kronis :
- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

Hematom Intrakranial :
 Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
 Selalu diikuti oleh kontosio.
 Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
 Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.




Pengaruh Trauma Kepala :
 Sistem pernapasan
 Sistem kardiovaskuler.
 Sistem Metabolisme.

Sistem Pernapasan :
TIK meningkat

Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis


Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.


Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah


Meningkatkan tek, hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler


Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.

Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
 Chyne stokes.
 Hiperventilasi.
 Apneu.

Sistem Kardivaskuler :
 Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
 Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
- Disritmia.
- Fibrilasi.
- Takikardia.
 Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.

Sistem Metabolisme :
 Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
 Dalam keadaan stress fisiologis.

Trauma

ADH dilepas

Retensi Na dan air

Out put urine menurun
Konsentrasi elektrolit meningkat

 Normal kembali setelah 1 - 2 hari.
 Pada keadaan lain :

Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis
Atau hipotalamus


Penurunan ADH Diabetes Mellitus

Ginjal

Ekskresi air Dehidrasi


Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.

Trauma


Tubuh perlu energi untuk perbaikan


Nutrisi berkurang

Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.






Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.

Lambung hiperacidi


Hipotalamus ------ hipofisis anterior

Adrenal

Steroid

Peningkatan sekresi asam lambung

Hiperacidi
Trauma

Stress Perdarahan lambung


Katekolamin meningkat.

Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2. Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3. Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.

Glasgow Coma Scale :
I. Reaksi Membuka Mata.
4. Buka mata spontan.
3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.

II. Reaksi Berbicara
4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.
1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.

III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai
6. Mengikuti perintah.
5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

4. Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.

5. Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.

6. Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :
 X-Ray tengkorak.
 CT-Scan.
 Angiografi.

7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
 Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
 Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
 Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
 Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
 Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
 Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
 Pembedahan.







Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.
7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.

Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.













DAFTAR PUSTAKA



Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.

Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.

Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.

Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.

Askep TB Paru

Asuhan Keperawatan TB Paru
a. Pangertian
Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru.
b. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999).
c. Faktor Resiko
1) Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara.
2) Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan penurunan status kesehatan.
3) Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
4) Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker.





d. Patofisiologi

Mycobacterium TBC

Masuk jalan napas

Tinggal di Alveoli

Tanpa infeksi Inflamasi disebar oleh limfe

Fibrosis Timbul jar. Ikat sifat
Elastik & tebal.
Kalsifikasi
- Batuk Alaveolus tidak
- Spuntum purulen Exudasi kembali saat
- Hemoptisis ekspirasi
- BB menurun Nekrosis/perkejuan
Gas tidak dapat
Kavitasi berdifusi dgn. Baik.

Sesak















e. Gejala Klinis
1) Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa.
2) Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
3) Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
4) Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
5) Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

2. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian (Doegoes, 1999)
1) Aktivitas /Istirahat
- Kelemahan umum dan kelelahan.
- Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
- Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
- Mimpi buruk.
- Takikardia, takipnea/dispnea.
- Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2) Integritas Ego :
- Perasaan tak berdaya/putus asa.
- Faktor stress : baru/lama.
- Perasaan butuh pertolongan
- Denial.
- Cemas, iritable.
3) Makanan/Cairan :
- Kehilangan napsu makan.
- Ketidaksanggupan mencerna.
- Kehilangan BB.
- Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
4) Nyaman/nyeri :
- Nyeri dada saat batuk.
- Memegang area yang sakit.
- Perilaku distraksi.
5) Pernapasan :
- Batuk (produktif/non produktif)
- Napas pendek.
- Riwayat tuberkulosis
- Peningkatan jumlah pernapasan.
- Gerakan pernapasan asimetri.
- Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
- Suara napas : Ronkhi
- Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6) Kemanan/Keselamatan :
- Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
- Demam pada kondisi akut.
7) Interaksi Sosial :
- Perasaan terisolasi/ditolak.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
c. Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
 Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
 Mendemontrasikan batuk efektif.
 Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
 Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
 Menu makanan yang disajikan habis
 Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.

Askep TB Paru

Asuhan Keperawatan TB Paru
a. Pangertian
Penyakit infeksi kronis dengan karakteristik terbentuknya tuberkel granuloma pada paru.
b. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis (Amin, M.,1999).
c. Faktor Resiko
1) Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia Tenggara.
2) Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan penurunan status kesehatan.
3) Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
4) Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker.





d. Patofisiologi

Mycobacterium TBC

Masuk jalan napas

Tinggal di Alveoli

Tanpa infeksi Inflamasi disebar oleh limfe

Fibrosis Timbul jar. Ikat sifat
Elastik & tebal.
Kalsifikasi
- Batuk Alaveolus tidak
- Spuntum purulen Exudasi kembali saat
- Hemoptisis ekspirasi
- BB menurun Nekrosis/perkejuan
Gas tidak dapat
Kavitasi berdifusi dgn. Baik.

Sesak















e. Gejala Klinis
1) Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa.
2) Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
3) Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
4) Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
5) Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

2. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian (Doegoes, 1999)
1) Aktivitas /Istirahat
- Kelemahan umum dan kelelahan.
- Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
- Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
- Mimpi buruk.
- Takikardia, takipnea/dispnea.
- Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
2) Integritas Ego :
- Perasaan tak berdaya/putus asa.
- Faktor stress : baru/lama.
- Perasaan butuh pertolongan
- Denial.
- Cemas, iritable.
3) Makanan/Cairan :
- Kehilangan napsu makan.
- Ketidaksanggupan mencerna.
- Kehilangan BB.
- Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.
4) Nyaman/nyeri :
- Nyeri dada saat batuk.
- Memegang area yang sakit.
- Perilaku distraksi.
5) Pernapasan :
- Batuk (produktif/non produktif)
- Napas pendek.
- Riwayat tuberkulosis
- Peningkatan jumlah pernapasan.
- Gerakan pernapasan asimetri.
- Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).
- Suara napas : Ronkhi
- Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.
6) Kemanan/Keselamatan :
- Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.
- Demam pada kondisi akut.
7) Interaksi Sosial :
- Perasaan terisolasi/ditolak.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
3) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
c. Intervensi
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
 Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
 Mendemontrasikan batuk efektif.
 Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
 Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
 Menu makanan yang disajikan habis
 Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan per sonde.