Rancangan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20
TENTANG
PRAKTIK KEPERAWATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat; (?)
c. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan merupakan bagian integral dari penyelenggaraan upaya kesehatan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan kaidah etik, nilai-nilai moral serta standar profesi.
d. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi.
e. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan praktik keperawatan, perlu keterlibatan organisasi profesi;
f. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan dan perawat diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Praktik Keperawatan.
Mengingat : 1. Undang-Undang Dasar 1945; Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1) (cek ulang di UUD 45)
2. Undang-Undang No. 23, tahun 1992 tentang kesehatan.(di konsulkan ulang)
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PRAKTIK KEPERAWATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
(1) Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
(2) Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan sistem klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok.
(3) Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien di sarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.
(4) Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Perawat terdiri dari perawat vokasional dan perawat profesional.
(6) Perawat vokasional adalah seseorang yang telah lulus pendidikan Diploma III Keperawatan dan Sekolah Perawat Kesehatan yang terakreditasi dan diakui oleh pejabat yang berwenang.
(7) Perawat profesional adalah seseorang yang lulus dari pendidikan tinggi keperawatan dan terakreditasi, terdiri dari ners generalis, ners spesialis dan ners konsultan.
(Cool Ners generalis adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan Ners.
(9) Ners Spesialis adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan spesialis keperawatan 1.
(10) Ners Konsultan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan spesialis keperawatan 2.
(11) Registered Nurse disingkat RN adalah perawat profesional yang teregistrasi.
(12) Licensed Practical Nurse disingkat LPN adalah perawat vokasional yang teregistrasi.
(13) Konsil Keperawatan Indonesia adalah suatu badan otonom yang bersifat independen.
(14) Sertifikasi adalah proses pengakuan terhadap program pendidikan dan pelatihan keperawatan dalam menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan di seluruh Indonesia yang dilaksanakan oleh organisasi profesi.
(15) Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi oleh konsil keperawatan. (?)
(16) Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi.
(17) Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
(18) Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.
(19) SIPP I adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan
(20) SIPP II adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan kepada perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan
(21) Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan.
(22) Klien dan atau pasien/klien dan atau pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perawat.
(23) Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
(24) Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat generalis dan perawat spesialisasi sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk oleh organisasi profesi keperawatan.
(25) Komite adalah badan kelengkapan konsil yang dibentuk untuk melaksanakan tugas-tugas konsil.
(26) Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Praktik keperawatan dilaksanakan berasaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.
Pasal 3
Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:
a. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi jasa pelayanan keperawatan. (?)
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat.
BAB III
LINGKUP PRAKTIK KEPERAWATAN
Pasal 4
Lingkup praktik keperawatan adalah :
a. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
b. Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem klien.
c. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya.
d. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep.
e. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.
BAB IV
KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 6
(1) Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud pada Bab II pasal 3, dibentuk konsil keperawatan yang selanjutnya disebut Konsil Keperawatan Indonesia.
(2) Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.
(3) Konsil Keperawatan Indonesia bersifat nasional dan dapat membentuk kantor perwakilan bila diperlukan.
Pasal 7
Konsil Keperawatan Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil Keperawatan
Pasal 8
Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Pasal 9
Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai tugas:
1. Melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat;
2. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk melindungi masyarakat..?(sebatas apa/aakah peraturan internal .?)
Pasal 10
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai wewenang :
a. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat;
b. Mengesahkan standar kompetensi perawat yang dibuat oleh organisasi profesi keperawatan dan asosiasi institusi pendidikan keperawatan;
c. Menetapkan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan perawat;
d. Menetapkan sanksi terhadap kesalahan praktik yang dilakukan perawat; dan
e. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan keperawatan.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil Keperawatan Indonesia serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 12
(1) Susunan organisasi dan keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri dari :
a. Ketua
b. Sekretaris Eksekutif
c. Bendahara
d. Komite-komite
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. Komite Uji Kompetensi dan registrasi
b. komite praktik keperawatan
c. komite disiplin keperawatan
(3) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua Komite merangkap anggota dan dapat membentuk sub komite sesuai kebutuhan.
Pasal 13
(1) Ketua konsil keperawatan Indonesia dan ketua komite adalah perawat dan dipilih oleh dan dari anggota konsil keperawatan Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan ketua konsil dan ketua Komite diatur dalam peraturan konsil keperawatan Indonesia
Pasal 14
(1) Komite Uji Kompetensi dan Registrasi mempunyai tugas untuk melakukan uji kompetensi dan proses registrasi keperawatan.
(2) Komite Praktik Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pemantauan mutu praktik Keperawatan.
(3) Komite Disiplin Keperawatan mempunyai tugas untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan perawat dalam penerapan praktik keperawatan dan memberikan masukan kepada Ketua Konsil.
Pasal 15
(1) Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri dari unsur-unsur wakil Pemerintah, organisasi profesi, institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil masyarakat.
(2) Jumlah anggota Konsil Keperawatan Indonesia 21 (dua puluh satu) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:
a. Anggota yang ditunjuk adalah 11 (sebelas) orang terdiri dari:
- Persatuan Perawat Nasional Indonesia 2 (dua) orang;
- Kolegium keperawatan 2 (dua) orang;
- Asosiasi institusi pendidikan keperawatan 1 (satu) orang;
- Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang;
- Asosiasi institusi pelayanan kesehatan masyarakat 1 (satu) orang;
- Tokoh masyarakat 1 (satu) orang;
- Departemen Kesehatan 1 (satu) orang;
- Departemen Pendidikan Nasional 1 (satu) orang;
- Departemen Hukum 1 (satu) orang; dan
b. Anggota yang dipilih adalah 10 (sepuluh) perawat dari 3 (tiga) wilayah utama (barat, tengah, timur) Indonesia.
Pasal 16
1. Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri dengan rekomendasi organisasi profesi
2. Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil keperawatan Indonesia harus berdasarkan usulan dari organisasi profesi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (2).
3. Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.
4. Masa bakti satu periode keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya, dengan memperhatikan sistem manajemen secara berkesinambungan.
Pasal 17
1. Personalia Konsil Keperawatan sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus mengangkat sumpah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
2. Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu keperawatan dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan tetap akan menjaga rahasia kecuali jika diperlukan untuk kepentingan hukum.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia, taat kepada Negara Republik Indonesia, mempertahankan, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya.“
Pasal 18
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia :
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
b. Warga Negara Republik Indonesia;
c. Sehat rohani dan jasmani;
d. Memiliki kredibilitas baik di masyarakat;
e. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia;
f. Mempunyai pengalaman dalam praktik keperawatan minimal 5 tahun dan memiliki Registrasi Tenaga Perawat, kecuali untuk non perawat;
g. Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik; dan
h. Melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia.
Pasal 19
(1) Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia berakhir apabila :
a. Berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri dan disetujui konsil;
c. Meninggal dunia;
d. Bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
e. Ketidakmampuan melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan;
f. Dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau
g. Melakukan tindakan tercela yang dibuktikan dari hasil investigasi Badan Kehormatan Konsil Keperawatan. (hapus…?)
(2) Dalam hal anggota Konsil Keperawatan Indonesia menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.
(4) Pengusulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Konsil kepada Menteri kesehatan dan diteruskan kepada Presiden.
Pasal 20
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil Keperawatan Indonesia dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris.
(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Konsil
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pegawai Konsil Keperawatan Indonesia
(4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia
(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.
Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 21
(1) Setiap keputusan Konsil Keperawatan yang bersifat mengatur dilputuskan oleh rapat pleno anggota.
(2) Rapat pleno Konsil Keperawatan Indonesia dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.
(3) Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.
(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat dilakukan pemungutan suara.
Pasal 22
Pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 23
(1) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil Keperawatan Indonesia dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber pendapatan lain yang sah.
(2) Sumber pendapatan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi biaya yang diperoleh dari registrasi perawat dan sumbangan lain yang tidak mengikat.
(3) Pembiayaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.
BAB V
STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN
Pasal 24
(1) Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia
(2) Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan
(3) Standar pendidikan profesi keperawatan dimaksud pada ayat (1):
a. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
b. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis I dan II disusun oleh Kolegium Ners Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
BAB VI
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN
Pasal 25
Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan, untuk memberikan kompetensi kepada perawat, dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Pasal 26
(1) Setiap perawat yang berpraktik wajib meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi.
(2) Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan berkelanjutan perawat yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
BAB VII
REGISTRASI KEPERAWATAN
Pasal 27
(1) Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP).
(2) Registrasi perawat dilakukan dalam 2 (dua) kategori:
a. LPN untuk perawat vokasional
b. RN untuk perawat profesional
(3) Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah perawat Diploma III dan SPK untuk LPN (diakomodasi pada pasal peralihan)
b. memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis I, atau Ners Spesialis II untuk RN
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental
e. lulus uji kompetensi
f. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan kode etik profesi keperawatan
g. rekomendasi dari organisasi profesi
Pasal 28
(1) Dalam menjalankan praktik keperawatan di Indonesia, ijin tempat praktik diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang disebut dengan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP).
(2) Perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan LPN berhak memperoleh SIPP I dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan.
(3) Perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan RN berhak memperoleh SIPP II dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan dan praktik mandiri.
(4) PN dengan latar belakang Diploma III Keperawatan dan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di sarana pelayanan kesehatan dapat mengikuti uji kompetensi RN dan berhak memperoleh SIPP II.
Pasal 29
Syarat untuk memperoleh SIPP:
a. Memiliki STRP
b. Mempunyai tempat praktek
c. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan
SIPP masih tetap berlaku sepanjang:
d. STRP masih berlaku
e. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP
Ketentuan lebih lanjut mengenai SIPP diatur dalam peraturan tersendiri.
Pasal 30
(1) Perawat yang teregistrasi berhak menggunakan sebutan RN (Register Nurse) di belakang nama, khusus untuk perawat profesional, atau PN (Practical Nurse) untuk perawat vokasional.
(2) Sebutan RN dan PN ditetapkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia.
Pasal 31
(1) Surat Izin Praktik Perawat berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.
(2) Registrasi ulang dilakukan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 27 ayat (3) huruf d dan huruf g, ditambah dengan:
a. rekomendasi dari Komite Etik dan Disiplin
b. angka kredit pendidikan berlanjut
(3) SIPP hanya diberikan paling banyak di 2 (dua) tempat pelayanan kesehatan.
Pasal 32
(1) Perawat Asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus dilakukan adaptasi dan evaluasi.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan milik pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. keabsahan ijazah;
b. kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan STRP;
c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik keperawatan Indonesia.
(4) Perawat asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
(5) Perawat asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diberikan SIPP oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 33
(1) SIPP sementara dapat diberikan kepada perawat warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan keperawatan yang bersifat sementara di Indonesia.
(2) SIPP sementara berlaku selama 1 ( satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 ( satu) tahun berikutnya.
(3) SIPP sementara dapat diberikan apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 32 ayat (2) dan (3).
Pasal 34
(1) SIPP bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan keperawatan warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia.
(2) Perawat warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan untuk waktu tertentu, tidak memerlukan SIPP bersyarat.
(3) Perawat warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil Keperawatan Indonesia.
(4) SIPP dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui program adaptasi.
Pasal 35
SIPP tidak berlaku karena:
a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;
c. atas permintaan yang bersangkutan;
d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau
e. dicabut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 36
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.
BAB VIII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN
Pasal 37
Praktik keperawatan dilakukankan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dan atau pasien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.
Pasal 38
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPP berwenang untuk:
a. melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan;
b. tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi: intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;
c. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
d. melaksanakan intervensi keperawatan seperti yang tercantum dalam pasal 4.
Pasal 39
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memiliki SIPP I berwenang untuk :
a. melakukan tindakan keperawatan dibawah pengawasan perawat yang memiliki SIPP II;
b. melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 huruf a harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;
Pasal 40
(1) Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan.
(2) Dalam keadaan luar biasa/bencana, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan untuk membantu mengatasi keadaan luar biasa atau bencana tersebut.
(3) Perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau dapat melakukan tindakan diluar kewenangannya sebagai perawat.
Pasal 41
(1) Praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN) dan perawat vokasional (PN).
(2) PN dalam melaksanakan tindakan keperawatan dibawah pengawasan RN.
(3) Perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan tugas kepada perawat lain yang setara kompetensi dan pengalamannya.
Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan tersebut.
Pasal 43
Hak Klien dan atau Pasien
Klien dan atau pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai hak:
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38;
b. meminta pendapat perawat lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan keperawatan;
d. menolak tindakan keperawatan; dan
e. mendapatkan resume keperawatan.
Pasal 44
Kewajiban Klien dan atau Pasien
Klien dan atau pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai kewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
Pasal 45
Pengungkapan Rahasia Klien dan atau Pasien
Pengungkapan rahasia klien dan atau pasien/klien dan atau pasien hanya dapat dilakukan atas dasar:
a. Persetujuan klien dan atau pasien
b. Perintah hakim pada sidang pengadilan
c. Ketentuan perundangan yang berlaku
d. Kepentingan umum
Pasal 46
Hak Perawat
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai hak :
1) Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);
2) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan atau pasien atau keluarganya;
3) Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi;
4) Memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi, dedikasi yang luar biasa dan atau bertugas di daerah terpencil dan rawan;
5) Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya;
6) Menerima imbalan jasa profesi yang proporsional sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku.
Pasal 47
Kewajiban Perawat
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai kewajiban :
1) Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi, standar praktek keperawatan, kode etik, dan SOP serta kebutuhan klien dan atau pasien;
2) Standar profesi, standar praktek, kode etik ditetapkan oleh organisasi profesi dan merupakan pedoman yang harus diikuti oleh setiap tenaga keperawatan.
3) Merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;
4) Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien, kecuali untuk kepentingan hukum;
5) Menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku;
6) Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
7) Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan dalam meningkatkan profesionalisme.
Pasal 48
Praktik Mandiri
(1) Praktik mandiri dapat dilakukan secara perorangan dan atau berkelompok.
(2) Perawat dalam melakukan praktik mandiri sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan:
a. Memiliki tempat praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan;
b. Memiliki perlengkapan untuk tindakan asuhan keperawatan di luar institusi pelayanan kesehatan termasuk kunjungan rumah;
c. Memiliki perlengkapan administrasi yang meliputi buku catatan kunjungan, formulir catatan tindakan asuhan keperawatan serta formulir rujukan.
(3) Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan standar perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
(4) Perawat yang telah mempunyai SIPP dan menyelenggarakan praktik mandiri wajib memasang papan nama praktik keperawatan.
BAB IX
PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN
Pasal 49
Pemerintah, Konsil Keperawatan, dan Organisasi Profesi Perawat membina, mengembangkan dan mengawasi praktik keperawatan sesuai dengan fungsi serta tugas masing-masing.
Pasal 50
(1) Pembinaan dan pengembangan perawat meliputi pembinaan profesi dan karir
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kompetensi profesional dan kepribadian
(3) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat dilakukan melalui jabatan fungsional perawat.
(4) Pembinaan dan pengembangan karir perawat sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat dan promosi.
Pasal 51
(1) Pemerintah dan profesi membina serta mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi profesional perawat pada institusi baik pemerintah maupun swasta;
(2) Pemerintah memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan pemerintah;
(3) Pemerintah menetapkan kebijakan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan swasta
Pasal 52
Pembinaan, pengembangan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50, diarahkan untuk:
a. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
b. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan perawat
c. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat;
d. Melindungi perawat terhadap keselamatan dan risiko kerja.
Pasal 53
(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPP.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 54
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perawat yang menyelenggarakan praktik keperawatan dapat dilakukan supervisi dan audit sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 55
Sanksi Administratif
(1) Perawat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 38 dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara SIPP paling lama 1 (satu) tahun
(2) Perawat yang dinyatakan melanggar Etik dan disiplin Profesi dikenakan sanksi administrasi sebagai berikut:
a. Pelanggaran ringan dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 6 (enam) bulan
b. Pelanggaran sedang dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 1 (satu) tahun
c. Pelanggaran berat dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPP paling lama 3 (tiga) tahun
Pasal 56
Sanksi Pidana
Setiap perawat yang dengan sengaja melakukan praktik keperawatan tanpa memiliki SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Setiap perawat asing yang dengan sengaja melakukan praktek keperawatan tanpa SIPP sementara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 30 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Setiap perawat asing yang dengan sengaja melakukan praktek keperawatan tanpa SIPP bersyarat sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 57
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPP yang dimaksud dalam pasal 48 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).
Pasal 58
Institusi pelayanan kesehatan, organisasi, perorangan yang dengan sengaja mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 59
Perawat yang dengan sengaja:
tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada pasal 45 ayat (4);
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf a sampai dengan huruf f
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 60
Penetapan sanksi administrasi maupun pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 61
Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, ijin praktik yang diberikan sesuai KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan.
Pasal 62
Dengan telah diberlakukannya Undang Undang Praktik Keperawatan, sebelum terbentuknya Konsil Keperawatan Indonesia maka dalam kegiatan perijinan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan.
Pasal 64
Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal …………………
PPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada Tanggal ……………….
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……………
NOMOR ………………
Minggu, 03 April 2011
Jumat, 10 Desember 2010
Selasa, 15 Juni 2010
KISI-KISI UAS BIOKIMA
KISI-KIS UAS BIOKIMIA
1. Batasan Pernafasan !
2. Komposisi Gas-Gas Utama.
3. Struktur Saluran Nafas !
4. Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Difusi Gas !
5. Fase Difusi Gas Pada Tubuh !
6. Pusat Mekanisme Pengaturan Pernapasan Ada
7. Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Saturasi/Kejenuhan Hb!
8. Keseimbangan Asam Basa !
9. Standar Normal Kadar Ph Pada Tubuh Manusia ?
10. 4 Sistem Dapar Pada Tubuh Manusia !
11. 4 Gangguan Keseimbangan Asam Basa Yang Dapat Terjadi Pada Manusia !
12. Batasan Mineral !
13. 2 Golongan Besar MINERAL
14. Mineral Esensial Dalam Tubuh !
15. Fungsi Utama Mineral !
16. Fungsi Kalium Bagi Tubuh !
17. Fungsi Penting Zinc !
18. Batasan Laboratorim Klinik !
19. Tujuan Pemeriksaan Laboratorim Klinik !
20. 3 Persiapan Secara Umum Sebelum Dilakukan Pemeriksaan Laboratorium !
21. Antikoagulan Yang Sering Dipakai Dalam Pemeriksaan Laboratorium !
22. Hal Yang Yang Harus Diperhatikan Dalam Penetapan Lokasi Sampling Darah !
23. 5 Faktor Pasien Yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium !
24. 3 Jenis Sampel Urine !
25. 3 Cara Pemeriksaan Kadar Hb !
1. Batasan Pernafasan !
2. Komposisi Gas-Gas Utama.
3. Struktur Saluran Nafas !
4. Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Difusi Gas !
5. Fase Difusi Gas Pada Tubuh !
6. Pusat Mekanisme Pengaturan Pernapasan Ada
7. Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Saturasi/Kejenuhan Hb!
8. Keseimbangan Asam Basa !
9. Standar Normal Kadar Ph Pada Tubuh Manusia ?
10. 4 Sistem Dapar Pada Tubuh Manusia !
11. 4 Gangguan Keseimbangan Asam Basa Yang Dapat Terjadi Pada Manusia !
12. Batasan Mineral !
13. 2 Golongan Besar MINERAL
14. Mineral Esensial Dalam Tubuh !
15. Fungsi Utama Mineral !
16. Fungsi Kalium Bagi Tubuh !
17. Fungsi Penting Zinc !
18. Batasan Laboratorim Klinik !
19. Tujuan Pemeriksaan Laboratorim Klinik !
20. 3 Persiapan Secara Umum Sebelum Dilakukan Pemeriksaan Laboratorium !
21. Antikoagulan Yang Sering Dipakai Dalam Pemeriksaan Laboratorium !
22. Hal Yang Yang Harus Diperhatikan Dalam Penetapan Lokasi Sampling Darah !
23. 5 Faktor Pasien Yang Dapat Mempengaruhi Temuan Laboratorium !
24. 3 Jenis Sampel Urine !
25. 3 Cara Pemeriksaan Kadar Hb !
Minggu, 23 Mei 2010
KISI-KISI REMIDI
Kisi-kisi biokimia
1. Definisi biokimia
2. Senyawa penyusun tubuh yang paling banyak ?
3. 3 langkah sejarah ilmu biokimia
4. 3 hal yang dibutuhkan sel
5. Reaksi yang berlangsung spontan dengan kehilangan energi bebas
6. Reaksi yang berlangsung hanya jika memperoleh energi bebas
7. 3 sumber utama yang berperan dalam konservasi atau penangkapan energi !
8. 2 dari 4 enzim penting dalam oksidasi biologi!
9. bahan baku utama(senyawa) dalam silkus asam sitrat!
10. Definisi lemak !
11. 2 manfaat lemak !
12. Sifat dari lemak adalah sukar larut dalam air. Padahal tubuh kita sebagai sebagian mengandung air. Oleh karena itu untuk transportasinya dibutuhkan mekanisme khusus berupa emulsi. Untuk membentuk emulsi dibutuhkan mediator berupa senyawa bipolar dalam arti mempunyai bagian molekul yang bersifat suka air (hidrofil) dan bagian menolak air (hidrofob) yang disebut ……………
13. 4 jenis lipoprotein plasma!
14. 2 peranan hepar dalam metabolisme lemak !
15. 2 contoh kelainan klinik gangguan metabolisme lemak!
1. Definisi biokimia
2. Senyawa penyusun tubuh yang paling banyak ?
3. 3 langkah sejarah ilmu biokimia
4. 3 hal yang dibutuhkan sel
5. Reaksi yang berlangsung spontan dengan kehilangan energi bebas
6. Reaksi yang berlangsung hanya jika memperoleh energi bebas
7. 3 sumber utama yang berperan dalam konservasi atau penangkapan energi !
8. 2 dari 4 enzim penting dalam oksidasi biologi!
9. bahan baku utama(senyawa) dalam silkus asam sitrat!
10. Definisi lemak !
11. 2 manfaat lemak !
12. Sifat dari lemak adalah sukar larut dalam air. Padahal tubuh kita sebagai sebagian mengandung air. Oleh karena itu untuk transportasinya dibutuhkan mekanisme khusus berupa emulsi. Untuk membentuk emulsi dibutuhkan mediator berupa senyawa bipolar dalam arti mempunyai bagian molekul yang bersifat suka air (hidrofil) dan bagian menolak air (hidrofob) yang disebut ……………
13. 4 jenis lipoprotein plasma!
14. 2 peranan hepar dalam metabolisme lemak !
15. 2 contoh kelainan klinik gangguan metabolisme lemak!
Kamis, 04 Maret 2010
TRAUMA KEPALA
A. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala
Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
Cedera kulit.
Cedera jaringan tulang.
Cedera jaringan otak.
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).
Trauma kepala
Kulit Tulang kepala Jaringan otak
Fraktur - Komusio
Fraktur linear. - Edema
Fraktur comnunited - Kontusio
Fraktur depressed - Hematom
Fraktur basis
TIK meningkat
Gangguan kesadaran
Gangguan tanda-tanda vital
Kelainan neurologis
B. Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan.
C. Patofisiologi
Cidera Kepala
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontosio
Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik
Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :
Edema
Hematom
Metabolisme anaerobik
Hipoximia
Respon biologik
Gejala :
1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
Trauma Kepala
Gangguan auto regulasi
TIK meningkat Aliran darah otak menurun
Edema otak Gangguan metabolisme
O2 menurun.
CO2 meningkat.
Asam laktat meningkat
Metabolik anaerobik
Tipe Trauma kepala :
1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.
Trauma kepala terbuka :
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
Merobek duramater -----LCS merembes.
Saraf otak
Jaringan otak.
Gejala fraktur basis :
Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.
Trauma Kepala Tertutup :
1. Komosio
2. Kontosio.
3. Hematom epidural.
4. Hematom subdural.
5. Hematom intrakranial.
Komosio / gegar otak :
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
Kontosio Cerebri / memar otak :
Ada memar otak.
Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.
Hematom Epidural :
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.
Hematom Subdural :
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub Akut :
- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.
Kronis :
- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
Hematom Intrakranial :
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.
Sistem Pernapasan :
TIK meningkat
Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis
Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.
Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah
Meningkatkan tek, hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.
Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
- Disritmia.
- Fibrilasi.
- Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.
Sistem Metabolisme :
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
Dalam keadaan stress fisiologis.
Trauma
ADH dilepas
Retensi Na dan air
Out put urine menurun
Konsentrasi elektrolit meningkat
Normal kembali setelah 1 - 2 hari.
Pada keadaan lain :
Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis
Atau hipotalamus
Penurunan ADH Diabetes Mellitus
Ginjal
Ekskresi air Dehidrasi
Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.
Trauma
Tubuh perlu energi untuk perbaikan
Nutrisi berkurang
Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.
Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.
Lambung hiperacidi
Hipotalamus ------ hipofisis anterior
Adrenal
Steroid
Peningkatan sekresi asam lambung
Hiperacidi
Trauma
Stress Perdarahan lambung
Katekolamin meningkat.
Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2. Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3. Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.
Glasgow Coma Scale :
I. Reaksi Membuka Mata.
4. Buka mata spontan.
3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.
II. Reaksi Berbicara
4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.
1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.
III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai
6. Mengikuti perintah.
5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi
4. Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.
5. Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.
6. Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :
X-Ray tengkorak.
CT-Scan.
Angiografi.
7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
Pembedahan.
Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.
7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.
Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.
Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.
Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.
Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.
A. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala
Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
Cedera kulit.
Cedera jaringan tulang.
Cedera jaringan otak.
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).
Trauma kepala
Kulit Tulang kepala Jaringan otak
Fraktur - Komusio
Fraktur linear. - Edema
Fraktur comnunited - Kontusio
Fraktur depressed - Hematom
Fraktur basis
TIK meningkat
Gangguan kesadaran
Gangguan tanda-tanda vital
Kelainan neurologis
B. Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan.
C. Patofisiologi
Cidera Kepala
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontosio
Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik
Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :
Edema
Hematom
Metabolisme anaerobik
Hipoximia
Respon biologik
Gejala :
1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
Trauma Kepala
Gangguan auto regulasi
TIK meningkat Aliran darah otak menurun
Edema otak Gangguan metabolisme
O2 menurun.
CO2 meningkat.
Asam laktat meningkat
Metabolik anaerobik
Tipe Trauma kepala :
1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.
Trauma kepala terbuka :
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
Merobek duramater -----LCS merembes.
Saraf otak
Jaringan otak.
Gejala fraktur basis :
Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.
Trauma Kepala Tertutup :
1. Komosio
2. Kontosio.
3. Hematom epidural.
4. Hematom subdural.
5. Hematom intrakranial.
Komosio / gegar otak :
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
Kontosio Cerebri / memar otak :
Ada memar otak.
Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.
Hematom Epidural :
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.
Hematom Subdural :
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
Sub Akut :
- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.
Kronis :
- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
Hematom Intrakranial :
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.
Sistem Pernapasan :
TIK meningkat
Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis
Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.
Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah
Meningkatkan tek, hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.
Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
- Disritmia.
- Fibrilasi.
- Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.
Sistem Metabolisme :
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
Dalam keadaan stress fisiologis.
Trauma
ADH dilepas
Retensi Na dan air
Out put urine menurun
Konsentrasi elektrolit meningkat
Normal kembali setelah 1 - 2 hari.
Pada keadaan lain :
Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis
Atau hipotalamus
Penurunan ADH Diabetes Mellitus
Ginjal
Ekskresi air Dehidrasi
Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.
Trauma
Tubuh perlu energi untuk perbaikan
Nutrisi berkurang
Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.
Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.
Lambung hiperacidi
Hipotalamus ------ hipofisis anterior
Adrenal
Steroid
Peningkatan sekresi asam lambung
Hiperacidi
Trauma
Stress Perdarahan lambung
Katekolamin meningkat.
Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2. Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3. Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.
Glasgow Coma Scale :
I. Reaksi Membuka Mata.
4. Buka mata spontan.
3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.
II. Reaksi Berbicara
4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.
1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.
III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai
6. Mengikuti perintah.
5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi
4. Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.
5. Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.
6. Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :
X-Ray tengkorak.
CT-Scan.
Angiografi.
7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
Pembedahan.
Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.
7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.
Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.
Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.
Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.
Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.
Selasa, 16 Februari 2010

(Sumber gambar : http://fotounikaneh.blogspot.com/2009_12_06_archive.html)
KONSEP DASAR KAMAR BEDAH
2.1 Kamar Operasi
2.1.1 Pengertian
Kamar Operasi atau kamar bedah adalah ruangan khusus di rumah sakit yang diperlukan untuk melakukan tindakan pembedahan baik elektif atau akut yang membutuhkan keadaan suci hama atau steril.
2.1.2 Pembagian Daerah Sekitar Kamar Operasi
2.1.2.1 Daerah Publik
Daerah yang boleh dimasuki oleh semua orang tanpa syarat khusus.
Misalnya: kamar tunggu, gang, emperan depan komplek kamar operasi.
2.1.2.2 Daerah Semi Publik
Daerah yang bisa dimasuki oleh orang-orang tertentu saja, yaitu petugas. Dan biasanya diberi tulisan DILARANG MASUK SELAIN PETUGAS. Dan sudah ada pembatasan tentang jenis pakaian yang dikenakan oleh petugas ( pakaian khusus kamar operasi ) serta penggunaan alas kaki khusus di dalam.
2.1.2.3 Daerah Aseptik
Daerah kamar bedah sendiri yang hanya bisa dimasuki oleh orang yang langsung ada hubungan dengan kegiatan pembedahan. Umumnya daerah yang harus dijaga kesucihamaannya. Daerah aseptik dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Daerah Aseptik 0
Yaitu lapangan operasi, daerah tempat dilakukannya pembedahan.
2. Daerah aseptik 1
Yaitu daerah memakai gaun operasi, tempat duk / kain steril, tempat
instrument dan tempat perawat instrument mengatur dan mempersiapkan alat.
3. Daerah aseptik 2
Yaitu tempat mencuci tangan, koridor penderita masuk, daerah sekitar ahli anesthesia.
2.1.3 Bagian-bagian Kamar Operasi
Kamar operasi terdiri dari beberapa ruang baik itu di dalam kamar operasi
maupun di lingkungan kamar operasi, antara lain:
2.1.3.1 Kamar bedah
2.1.3.2 Kamar untuk mencuci tangan
2.1.3.3 Kamar untuk gudang alat-alat instrument
2.1.3.4 Kamar untuk sterilisasi
2.1.3.5 Kamar untuk ganti pakaian
2.1.3.6 Kamar laboratorium
2.1.3.7 Kamar arsip
2.1.3.8 Kamar Pulih Sadar (Recovery Room)
2.1.3.9 Kamar gips
2.1.3.10 Kamar istirahat
2.1.3.11 Kamar mandi (WC) dan Spoelhok (Tempat cuci alat)
2.1.3.12 Kantor
2.1.3.13 Gudang
2.1.3.14 Kamar tunggu
2.1.3.15 Ruang sterilisasi
2.1.4 Persyaratan Kamar Operasi
Kamar operasi yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai
berikut:
2.1.4.1 Letak
Letak kamar operasi berada di tengah-tengah rumah sakit, berdekatan dengan Instalasi Rawat Darurat, ICU dan unit radiologi.
2.1.4.2 Bentuk dan Ukuran
1. Bentuk
a. Kamar operasi tidak bersudut tajam. Lantai, dinding. Langit-langit berbentuk lengkung dan wama tidak mencolok.
b. Lantai dan 2/3 dinding bagian bawah harus terbuat dari bahan yang keras, rata, kedap air, mudah dibersihkan dan tidak
menampung debu.
2. Ukuran
a. Kamar operasi kecil berukuran: 5,2 m x 5,6 m (29,1 m2)
b. Kamar operasi yang nyaman diperlukan kira-kira diperlukan luas 40 m2.
c. Kamar operasi untuk operasi besar diperlukan luas minimal 56 m2 (7,2 m x 7,8 m).
2.1.4.3 Sistem Penerangan
Sistem penerangan di dalam kamar operasi harus memakai lampu pijar putih dan mudah dibersihkan. Sedangkan lampu operasi memiliki persyaratan khusus, yaitu arah dan fokusnya dapat diatur, tidak menimbulkan panas, cahayanya terang dan tidak menyilaukan serta tidak menimbulkan bayangan. Pencahayaan antara 300 - 500 lux, meja operasi 10.000 - 20.000 lux.
2.1.4.4 Sistem Ventilasi
Sistem ventilasi di kamar bedah sebaiknya memakai system pengatur suhu sentral (AC sentral) dan dapat diatur dengan alat kontrol yang memakai filter (Ultra Clean Laminar Airflow), dimana udara dipompakan ke dalam kamar operasi dan udara di kamar operasi dihisap keluar.
2.1.4.5 Suhu dan Kelembaban
Suhu di kamar operasi di daerah tropis sekitar 19° - 22 ° C. Sedangkan di daerah sekitar 20°-24°C dengan kelembaban 55% (50 — 60%).
2.1.4.6 Sistem Gas Medis
Pemasangan sebaiknya secara sentral memakai system pipa, yang bertujuan untuk mencegah bahaya penimbunan gas yang berlebihan di kamar operasi bila terjadi kebocoran dan tabung gas. Pipa gas tersebut harus dibedakan warnanya.
2.1.4.7 Sistem listrik
Di dalam kamar operasi sebaiknya tersedia 2 macam voltage, yaitu 110 volt dan 220 volt. Karena alat-alat kamar operasi memiliki voltage yang
berbeda. Semua tombol listrik dipasang pada ketinggian 1,40 m dari lantai.
2.1.4.8 Sistem komunikasi
Sistem komunikasi di kamar operasi adalah sangat vital, terutama bila ada keadaan darurat maka mudah untuk melakukan komunikasi.
2.1.4.9 Peralatan
1. Semua peralatan yang ada di kamar operasi harus beroda dan mudah dibersihkan.
2. Semua peralatan harus terbuat dari bahan stainless steel agar mudah untuk dibersihkan.
3. Untuk alat-alat elektrik harus ada petunjuk penggunaan dan menempel pada alat agar mudah untuk penggunaan.
2.1.4.10 Pintu
1. Pintu masuk dan keluar penderita harus berbeda.
2. Pintu masuk dan keluar petugas harus tersendiri.
3. Semua pintu harus menggunakan door closer (bila memungkinkan).
4. Setiap pintu diberi kaca pengintai untuk melihat kegiatan di kamar operasi tanpa membuka pintu.
2.1.4.11 Pembagian area
1. Ada batas tegas antara area bebas terbatas. semi ketat, dan area ketat.
2. Ada ruang persiapan untuk serah terima pasien dan perawat ruangan kepada perawat kamar operasi.
2.1.4.12 Air Bersih
Air bersih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
1. Tidak berwama, berbau dan berasa.
2. Tidak mengandung kuman pathogen
3. Tidak mengandung zat kimia
4. Tidak mengandung zat beracun
2.1.4.13 Penentuan Jumlah Kamar Operasi
Setiap rumah sakit merancang kamar operasi disesuaikan dengan bentuk dan lahan yang tersedia, sehingga dikatakan bahwa rancang bangun kamar operasi setiap rumah sakit berbeda, tergantung dari besar atau tipe rumah sakit tersebut.
Makin besar rumah sakit tentu membutuhkan jumlah dan luas kamar bedah yang lebih besar. Jumlah kamar operasi tergantung dari berbagai hal yaitu :
1. Jumlah dan lama waktu operasi yang dilakukan.
2. Jumlah dokter bedah dan macam spesialisasi serta subspesialisasi bersama fasilitas penunjang.
3. Pertimbangan antara operasi berencana dan operasi segera.
4. Jumlah kebutuhan waktu pemakaian kamar operasi baik jam per hari maupun perminggu.
5. Sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk arus pasien, petugas dan penyediaan peralatan.
2.2 Personil Kamar Operasi
2.2.1 Jenis Tenaga
Jenis tenaga adalah personil yang boleh masuk di dalam kamar operasi baik
tim inti maupun tim penunjang, antara lain:
2.2.1.1 Tim Bedah
1. AhIi bedah.
2. Asisten ahli bedah.
3. Perawat Instrumen (Scrub Nurse).
4. Perawat Sirkuler.
5. Ahli anestesi.
6. Perawat anestesi.
2.2.1.2 Staf Perawat Operasi terdiri dari :
1. Perawat kepala kamar operasi.
2. Perawat pelaksana.
3. Tenaga lain terdiri dari :
a. Pekerja kesehatan.
b. Tata usaha.
c. Penunjang medis.
2.2.2 Tanggung Jawab
2.2.2.1 Kepala kamar operasi
1. Pengertian
Seorang tenaga perawat professional yang bertanggung jawab dan berwenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di kamar operasi.
2. Tanggung jawab
Secara fungsional bertanggung jawab kepala bidang keperawatan, melalui kepala seksi perawatan. Secara professional bertanggung jawab
kepada kepala instansi kamar operasi.
3. Tugas
a. Perencanaan
1) Menentukan macam dan jumlah pelayanan pembedahan.
2) Menentukan macam dan jumah alat yang diperlukan sesuai spesialisasinya.
3) Menentukan tenaga perawat bedah yang dibutuhkan.
4) Menampung keluhan penderita secara aktif.
5) Bertanggungjawab terlaksananya operasi sesuai jadwal.
6) Menentukan pengembangan pengetahuan petugas dan peserta didik.
7) Bekerja sama dengan dokter tim bedah dan kepala kamar operasi dalam menyusun prosedur dan tata kerja di kamar operasi.
b. Pengarahan
1) Memantau staf dalam penerapan kode etik kamar bedah.
2) Mengatur pelayanan pembedahan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan team.
3) Membuat jadwal kegiatan.
4) Pemanfaatan tenaga seefektif mungkin.
5) Mengatur pekerjaan secara merata
6) Memberikan bimbingan kepada peserta didik.
7) Memantau pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada stafnya.
8) Mengatur pemanfaatan sumber daya secara efektif dan efisien.
9) Menciptakan suasana kerja yang harmonis.
c. Pengawasan
1) Mengawasi pelaksanaan tugas masing-masing pegawai.
2) Mengawasi penggunaan alat dan bahan secara tepat.
3) Mempertahankan kelengkapan bahan dan alat.
4) Mengawasi kegiatan team bedah sehubungan dengan tindakan pembedahan.
5) Menyesuaikan tindakan di kamar bedah dengan kegiatan di bagian lain.
d. Penilaian.
1) Menganalisa secara kontinyu jalannya team pembedahan.
2) Menganalisa kegiatan tata laksana kamar operasi yang berhubungan dengan penggunaan alat dan bahan secara efektif dan hemat.
2.2.2.2 Perawat Instrument / Scrub Nurse
1. Pengertian
Seorang tenaga perawat professional yang diberi wewenang dan ditugaskan dalam mengelola paket alat pembedahan. selama tindakan pembedahan berlangsung.
2. Tanggung jawab
Secara administrative dan kegiatan keperawatan, bertanggung jawab kepada kepala kamar operasi. dan secara operasional tindakan bertanggung jawab kepada ahli bedah dan perawat kepala kamar operasi.
3. Tugas
a. Sebelum Pembedahan
1) Melakukan kunjungan pasien minimal sehari sebelum pembedahan.
2) Menyiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap pakai seperti kebersihan ruangan, peralatan, meja mayo atau instrumen, meja operasi, lampu operasi, mesin anesthesi, suction pump, dan gas medis.
3) Menyiapkan set instrumen steril sesuai dengan jenis pembedahan.
4) Menyiapkan bahan desinfektan dan bahan lain sesuai dengan keperluan operasi.
5) Menyiapkan sarung tangan dan alat tenun steril.
b. Saat Pembedahan
1) Memperingatkan team steril jika terjadi penyimpangan prosedur aseptik.
2) Membantu mengenakan gaun dan sarung tangan steril untuk ahli bedah dan asisten bedah.
3) Menata instrumen di meja mayo dan meja instrumen.
4) Memberikan desinfektan untuk desinfeksi lapangan operasi.
5) Memberikan duk steril untuk drapping.
6) Memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai dengan kebutuhan.
7) Memberikan bahan operasi sesuai dengan kebutuhan.
8) Mempertahankan instrumen dalam keadaan tersusun secara sistematis.
9) Mempertahankan kebersihan dan sterilisasi alat instrumen.
10) Merawat luka secara aseptik.
c. Setelah Pembedahan
1) Memfiksasi drain.
2) Membersihkan kulit pasien dari sisa desinfektan.
3) Mengganti alat tenun dan paju pasien lain dipindahkan ke brankart.
4) Memeriksa dan menghitung instrumen lalu mencucinya.
5) Memasukkan alat instrumen ke tempatnya untuk distenilisasi
2.2.2.3 Perawat Sirkuler / Circulating Nurse
1. Pengertian
Tenaga perawat professional yang diberi wewenang dan tanggung
jawab membantu kelancaran pelaksanaan tindakan pembedahan.
2. Tanggung jawab
Secara administrative dan operasional bertanggung jawab kepada
perawat kepala kamar operasi dan kepada abli bedah.
3. Tugas
a. Sebelum pembedahan
1) Menerima Pasien di ruang persiapan Kamar Operasi
2) Memeriksa kelengkapan operasi meliputi :
a) Kelengkapan dokumentasi medis, antara lain :
(1) Surat persetujuan tindakan medis (operasi)
(2) Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir
(3) Hasil pemeriksaan radiologi (fob x-ray)
(4) Hasil pemeriksaan ahli anestesi (pra visite anestesi)
(5) Hasil konsultasi ahli lain sesuai kebutuhan
b) Kelengkapan obat - obatan, cairan dan alat kesehatan
c) Persediaan darah (bila diperlukan)
3) Memeriksa persiapan fisik
4) Melakukan serah terima pasien dan perlengkapan untuk pembedahan dengan perawat premedikasi
5) Memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan, tim bedah yang akan menolong dan fasilitas
kamar operasi
b. Saat pembedahan
1) Mengatur posisi pasien sesuai jenis pembedahan dan bekerjasama dengan petugas anestesi
2) Membuka set steril yang dibutuhkan dengan memperhatikan teknik aseptik
3) Membantu mengikatkan tali gaun bedah
4) Memasang plate mesin diatermi
5) Setelah draping, membantu menyambungkan slang suction dan senur diatermi
6) Membantu menyiapkan cairan dan desinfektan pada mangkok steril
7) Mengambil instrument yang jatuh dengan menggunakan alat dan memisahkan dari instrument yang steril
8) Mengumpulkan dan menyiapkan bahan pemeriksaan
9) Menghubungi petugas penunjang medis (petugas PA) bila diperlukan
10) Menghitung dan mencatat pemakaian kasa, bekerjasama dengan perawat instrument
11) Memeriksa kelengkapan instrument dan kasa bersama perawat instrument agar tidak tertinggal dalam tubuh pasien sebelum luka operasi ditutup
c. Setelah pembedahan
1) Membersihkan dan merapikan pasien yang sudah selesai dilakukan pembedahan
2) Memindahkan pasien dari meja operasi ke brancard dorong yang telah disiapkan
3) Meneliti, menghitung dan mencatat obat-obatan, cairan serta alat yang telah diberikan kepada pasien
4) Mendokumentasikan tindakan keperawatan selama pembedahan antara lain :
• Identitas pasien (nama pasien, jenis kelamin, umur, nomor dokumen medik, ruangan dirawat, tanggal mulai dirawat dan alamat).
• Diagnosa pra bedah
• Jenis tindakan
• Jenis operasi (bersih, bersih kontaminasi, kontaminasi, kotor)
• Dokter anestesi
• Tim bedah (operator, asisten operator, perawat
instrument)
• Waktu operasi (mulai induksi, mulai incisie, selesai
operasi)
• Golongan operasi (khusus, besar, sedang, kecil)
• Bahan cairan yang dipakai (povidone iodine, alkohol,
perhidrol, NaCl, chlorhexidine gluconate)
• Pemakalan pisau bedah
• Pemakaian catheter
• Pemakaian benang bedah
• Pemakaian alat-alat lain
• Keterangan (berisi catatan penting selama proses pembedahan)
4. Membantu perawat instrument membersihkan dan menyusun instrument yang telah digunakan kemudian alat disterilkan
5. Membersihkan selang dan botol suction dari sisa jaringan serta cairan operasi
6. Mensterilkan selang suction yang dipakai langsung pasien
7. Membantu membersihkan kamar operasi setelah tindakan pembedahan
2.2.2.4 Perawat Anestesi
1. Pengertian
Tenaga keperawatan profesional yang diberi wewenang dan tanggung
jawab dalam membantu terselenggarakannya pelaksanaan tindakan pembiusan di kamar operasi.
2. Tanggung jawab
Secara administrative dan kegiatan keperawatan bertanggung jawab kepada kepala perawat kamar operasi dan secara operasional bertanggung jawab kepada ahli anestesi / ahli bedah dan kepala perawat kamar operasi.
3. Tugas
a. Sebelum Pembedahan
1) Melakukan kunjungan pra anesthesi untuk menilai status fisik pasien.
2) Menerima pasien di ruang penerimaan kamar operasi.
3) Menyiapkan kelengkapan alat dan mesin anesthesi.
4) Memasang infus atau transfusi darah.
5) Memberikan premedikasi sesuai dengan program dokter anesthesi.
6) Menyiapkan kelengkapan meja anesthesi dan mesin suctionnya.
7) Memonitor kondisi fisik dan tanda vital pasien.
8) Memindahkan pasien ke meja operasi.
9) Menyiapkan obat anesthesi dan membantu ahli anesthesi dalam proses induksi.
b. Saat Pembedahan
1) Membebaskan jalan napas dengan mengatur posisi pasien
dan ETT.
2) Memenuhi keseimbangan gas medis.
3) Mengatur keseimbangan cairan dengan menghitung input
dan output.
4) Memantau tanda-tanda vital.
5) Memberikan obat-obatan sesuai dengan program dokter
anesthesi.
6) Memantau efek obat anesthesi.
c. Setelah Pembedahan
1) Mempertahankan jalan napas pasien.
2) Memantau tingkat kesadaran pasien.
3) Memantau dan mencatat perkembangan pasien post operasi.
4) Memantau pasien terhadap efek obat anesthesi.
5) Memindahkan pasien ke ruang pulih sadar.
6) Merapikan dan membersihkan alat anesthesi.
7) Mengembalikan alat anesthesi ke tempat semula
2.3 Etika Kerja
2.3.1 Pengertian
Yang dimaksud dengan etika kerja adalah nilai-nilai/norma tentang sikap perilaku/budaya yang baik yang telah disepakati oleh masing-masing kelompok profesi dikamar operasi. Adapun tujuannya adalah agar anggota tim melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan baik serta penuh kesadaran terhadap pasien dan keluarga.
2.3.2 Ruang Lingkup
2.3.2.1 Persetujuan Operasi
Persetujuan Operasi dari pasien atau keluarga merupakan hal yang mutlak
diperlukan sebelum pembedahan dilaksanakan untuk menghindari tim
bedah/rumah sakit dari tuntutan hukum bila ada hal-hal yang terjadi
sehubungan dengan operasi yang dilakukan serta untuk melindungi pasien
dari mal praktek.
1. Setiap tindakan pembedahan kecil, sedang maupun besar harus ada
persetujuan operasi secara tertulis.
2. Persetujuan operasi ini berdasarkan Ketentuan Permenkes No.585/MEN/KES/PER/1989. Perihal: Persetujuan tindakan medik.
3. Persetujuan operasi diperoleh dari pasien/keluarga yang bersangkutan
atau perwalian yang sah menurut hukum.
4. Dalam keadaan emergency pasien tidak sadar, tidak ada
keluarga/perwalian persetujuan operasi dapat diberikan oleh pimpinan
Rumah Sakit yang bersangkutan / pejabat yang berwenang.
5. Pasien harus mendapat informasi yang lengkap dan jelas tentang
prosedur tindakan pembedahan yang akan dilakukan serta akibatnya.
6. Persetujuan operasi merupakan dasar pertanggung jawaban yang sah
bagi dokter kepada pasien/keluarga/wali.
7. Persetujuan operasi harus disimpan dalam berkas dokumen
pasien/rekam medik.
2.3.2.2 Tata tertib kamar operasi
Tata tertib kamar operasi yang perlu ditaati :
1. Semua orang yang masuk kamar operasi, tanpa kecuali wajib memakai baju khusus sesuai dengan ketentuan.
2. Semua petugas memahami tentang adanya ketentuan pembagian area kamar operasi dengan segala konsekwensinya dan memahami
ketentuan tersebut.
3. Setiap petugas harus memahami dan melaksanakan tehnik aseptik sesuai dengan peran dan fungsinya.
4. Semua anggota tim harus melaksanakan jadwal harian operasi yang telah dijadwalkan oleh kepala kamar operasi.
5. Perubahan jadwal operasi harian yang dilakukan atas indikasi kebutuhan dan kondisi pasien harus ada persetujuan antara ahli bedah
dan kepala kamar operasi.
6. Pembatalan jadwal harus dijelaskan oleh ahli bedah kepada pasien dan keluarga.
7. Setiap petugas kamar operasi harus bekerja sesuai dengan uraian tugas yang diberlakukan.
8. Setiap perawat dikamar operasi harus melaksanakan asuhan keperawatan preoperatif sesuai dengan peran dan fungsinya, agar dapat
memberikan asuhan keperawatan secara paripuma.
9. Setiap petugas melaksanakan pemeliharaan alat-alat dan ruangan kamar operasi dengan penuh tanggung jawab dan disiplin.
10. Setiap tindakan yang dilakukan dan peristiwa yang terjadi selama pembedahan harus dicatat dengan teliti.
11. Anggota tim bedah mempunyai kewajiban untuk menjamin adanya kerahasiaan informasi/data pasien yang diperoleh pada waktu
pembedahan terhadap pihak yang tidak berkepentingan.
12. Khusus pada pasien dengan pembiusan regional (Lumbal
anastesi) perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Tim bedah harus bicara seperlunya, karena pasien dapat melihat don mendengar keadaan sekitarnya.
13. Ahli anastesi harus menjelaskan kepada pasien/keluarga tentang efek obat bius yang digunakan dan hal-hal yang harus ditaati.
2.4 Pembersihan Kamar Operasi
2.4.1 Pengertian
Kamar operasi secara rutin dan periodik selalu dibersihkan secara
teratur. ini bertujuan untuk tetap mempertahankan sterilisasi kamar operasi,
sehingga dapat dicegah infeksi nosokomial yang bersumber dan kamar operasi.
2.4.2 Macam Pembersihan Kamar Operasi
2.4.2.1 Pembersihan rutin / harian.
2.4.2.2 Pembersihan mingguan.
2.4.2.3 Pembersihan sewaktu.
2.4.2.4 Sterilisasi ruangan.
2.4.2.5 Perawatan perlengkapan kamar operasi
1) Meja operasi.
2) Meja instrument.
3) Mesin anesthesia dengan kelengkapan.
4) Meja mayo.
5) Lampu operasi.
6) Suction pump.
7) Diathermi.
8) Standart infus
9) Waskum dan standartnya.
10) Monitor ECG.
11) Tempat sampah dan standartnya.
12) Jam dinding.
13) Lampu penerangan.
14) Tempat alat tenun kotor.
2.5 Cuci Tangan Pembedahan
2.5.1 Pengertian
Cuci tangan pembedahan adalah membersihkan tangan dengan menggunakan sikat steril dan larutan desinfektan dibawah air mengalir dengan prosedur tertentu.
2.5.2 Tujuan
Tujuan cuci tangan adalah untuk menurunkan populasi kuman yang ada
ditangan.
2.5.3 Persiapan
1. Wastafel dengan air mengalir dan bersih,
2. Sikat steril.
3. Sabun / larutan disinfektan (chlorhexidine gluconate 10%)
4. Handuk / waslap steril.
5. Pemotong kuku
6. Jam dinding
7. Cermin
2.5.4 Cara Cuci Tangan
1. Lepas semua perhiasan yang ada ditangan (jam tangan, gelang, cincin).
2. Basahilah tangan sampai siku dengan menggunakan air bersih yang mengalir (tempat cuci tangan khusus).
3. Teteskan bahan antiseptik di telapak tangan.
4. Gosokkan telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri.
5. Gosokkan telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri, kemudian diulangi dengan sebaliknya yaitu tangan kiri diatas punggung tangan kanan.
6. Gosok telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri dengan jari-jari disilangkan.
7. Gosok punggung jari-jari tangan berhadapan dengan telapak tangan, jari-jari saling terkunci.
8. Putar dan gosok jempol tangan kanan dengan tangan kiri berurutan sampai kelingking dan sebaliknya.
9. Putar dan gosok ujung jari-jari dan jempol tangan kanan, kedepan dan kebelakang pada permukaan telapak tangan kiri dan sebaliknva.
10. Bilas dengan air bersih yang mengalir.
11. Ambil sikat steril dan ditetesi larutan antiseptik.
12. Sikat ujung kuku, setelah itu telapak tangan kemudian secara berurutan sikat setiap jari, diantara jari dan punggung tangan, lanjutkan menyikat lengan atas sampai sedikit dibawah siku selama ±30 detik, jangan kembali ke tangan atau daerah pergelangan tangan yang sudah selesai disikat.
13. Pindahkan menyikat pada tangan yang belum disikat dengan cara seperti diatas.
14. Bilas kedua tangan pada air bersih yang mengalir.
15. Ulangi lagi mencuci tangan dengan menetesi bahan antiseptik di telapak tangan.
16. Gosokkan telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri.
17. Gosokkan telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri kemudian diulangi dengan sebaliknya, yaitu tangan kiri diatas punggung tangan kanan.
18. Gosokkan telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri dengan jari-jari disilangkan.
19. Gosok punggung jari-jari tangan kanan berhadapan dengan telapak tangan jari-jari saling terkunci.
20. Putar dan gosok jempol tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
21. Putar dan gosok ujung jari-jari dan jempol tangan kanan ke depan dan kebelakang pada permukaan telapak tangan kiri dan sebaliknya.
22. Bilas dengan air bersih yang mengalir dan posisi jari tangan lebih tinggi dari posisi siku.
23. Hindarkan tangan yang sudah dicuci tersentuh dengan benda disekitamva.
24. Setelah selesai mencuci tangan, keringkan dengan handuk steril satu persatu dari ujung jari menuju ke lengan dengan cara memutar pada tangan kanan dan sebaliknya, kernudian handuk dipisahkan dari benda stenil.
25. Posisi tangan setelah cuci tangan harus lebih tinggi dari siku tangan.
2.6 Memakai Gaun Bedah
2.6.1 Pengertian
Adalah memakai / memasang baju steril pada diri sendiri atau orang lain
setelah cuci tangan, dengan prosedur tertentu agar lokasi pernbedahan bebas dan mikroorganisme.
2.6.2 Tujuan
1. Untuk menghindari kontaminasi.
2. Agar tidak terjadi path luka operasi.
3. Agar lokal pembedahan dalam keadaan aseptik.
2.6.3 Persiapan
1. Baju steril dalam bungkusan set steril.
2. Teman kerja (perawat sirkulasi) untuk membantu mengikat tali baju.
2.6.4 Pelaksanaan
2.6.4.1 Memakai baju steril untuk baju sendiri
1. Cuci tangan dan pembedahan.
2. Buka bungkusan steril yang berisi baju steril oleh perawat sirkulasi
3. Ambil baju steril secara aseptic yaitu pegang baju pada garis leher bagian dalam dengan menggunakan tangan kiri dan posisi tangan
kanan tetap setinggi bahu.
4. Buka lipatan baju dengan cara melepaskan bagian yang terjepit tangan dan jangan sampai terkontaminasi.
5. Tangan kiri tetap memegang bagian leher baju kanan dan masukkan tangan kanan ke lubang lengan baju kanan, diikuti dengan tangan kiri dimasukkan ke lengan kiri.
6. Perawat sirkulasi berdiri dibelakangnya untuk membantu mengikat tali baju dengan menarik bagian belakang leher baju.
7. Buka tali ikat pinggang, berikan salah satu ujung tali tersebut pada perawat sirkulasi.
8. Dengan korentang tali tersebut terjepit, orang yang memakai baju memutarkan badannya, kemudian mengambil tali dan jepitan serta mengikat tali tersebut. Pada saat rnemutar tidak boleh terjadi kontaminasi.
2.6.4.2 Memakaikan pada orang lain :
1. Setelah kita memakai baju dan sarung tangan steril ambil baju dengan menggunakan bagian luarnya.
2. Buka lipatan gaun dengan hati-hati dengan rnemegang pada leher.
3. Buka lubang masuk tangan dengan sisi dalam menghadap pada yang akan dipasang, lakukan dengan hati - hati sehingga tidak menyentuh tangan.
4. Pertahankan tangan kita pada area luar gaun dengan lindungan lengan gaun, hadapkan sisi gaun pada yang dipasang, dia akan memasukkan tangannya pada gaun masuk.
5. Setelah tangan kanan dan kiri masuk, sambil diangkat kedua lengan direntangkan supaya gaun masuk. Perawat sirkulasi membantu dari sisi dalam dan kemudian mengikat tali gaun. Buka ikat pinggang lalu
berikan salah satu pada yang dipasang dan disuruh berputar dan
berikan dan diikat.
2.7 Memakai Sarung Tangan Steril
2.7.1 Pengertian
Adalah memasang sarung tangan steril pada tangan sendiri atau orang
lain yang dicuci dengan prosedur tertentu.
2.7.2 Tujuan
1. Untuk menghindari kontaminasi.
2. Untuk mencegah terjadinya infeksi pada luka operasi.
2.7.3 Persiapan
Sarung tangan steril sesuai ukuran pada tempatnya.
2.7.4 Pelaksanaan
2.7.4.1 Teknik memakai sarung tangan sendiri :
1. Teknik memakai sarung tangan terbuka
a. Dengan tangan kiri, ambilah sarung tangan kanan pada lipatan, kemudian memasukkan tangan kanan.
b. Tangan kanan mengambil sarung tangan kiri dengan menyelipkan jari-jari di bawah lipatan sarung tangan tersebut.
c. Cuff baju (ujung lengan baju) harus masuk kedalam sarung tangan tersebut. Kita harus ingat bahwa tangan kita sudah steril,
maka harus hati-hati tidak boleh terkontaminasi
2. Teknik memakai sarung tangan tertutup
a. Buka tangan kiri yang sudah memakai gaun bedah sebatas kelihatan jari saja, tangan kanan tetap tertutup dalam cuff gaun bedah, tangan kanan mengambil sarung tangan steril bagian kiri
dan letakkan di atas telapak tangan kiri.
b. Bagian jari tangan kiri yang sudah terbuka, masukkan ke dalam
sarung tangan tersebut, kemudian tangan kanan menarik pangkal
sarung tangan bagian luar/bagian punggung untuk menutupi
bagian punggung jari tangan kiri tersebut. Setelah tertutup
langkah selanjutnya menarik pangkal sarung tangan bagian
dalam/bagian telapak tangan untuk menutupi bagian telapak jari
kiri tersebut.
c. Setelah tertutup bagian jari, dengan menggunakan tangan kanan
yang masib tertutup. tarik lengan gaun bedah tangan kiri
bersamaan dengan pangkal sarung tangan tank mendekati tubuh
(menarik lengan tersebut ke pangkal lengan) sambil jari tangan
kiri dibuka agar bagian jari tangan bisa langsung masuk ke
bagian jari sarung tangan.
d. Setelah lengan kiri terpasang, selanjutnya tangan bagian kanan di buka hanya sebatas kelihatan jari saja.
e. Letakkan sarung tangan bagian kanan di atas telapak tangan kiri menarik pangkal sarung tangan bagian luar sampai menutupi bagian punggung tangan kanan dan tarik pangkal sarung tangan bagian dalam untuk menutupi bagian telapak tangan kanan.
f. Setelah tertutup bagian jari, dengan menggunakan tangan kiri
yang sudah terpasang sarung tangan steril, tarik lengan
gaun bedah tangan kanan bersamaan dengan pangkal sarung tangan tarik mendekati tubuh (menarik lengan tersebut ke pangkal lengan) sambil jari tangan kanan dibuka agar bagian jari tangan bisa langsung masuk ke bagian jari sarung tangan.
g. Atur dan kencangkan sarung tangan tersebut apabila masih belum nyarnan di pakai.
2.7.4.2 Teknik memakaikan sarung tangan ke orang lain
1. Setelah perawat instrument memakai gaun bedah dan sarung tangan steril, kemudian menyiapkan sarung tangan steril kepada operator dan asisten operator setelah memakaikan gaun bedah steril.
2. Buka bagian lengan tangan kanan operator/asisten operator
sebatas jari tangan saja.
3. Buka pangkal sarung tangan bagian kanan tersebut secara melebar dengan posisi sarung tangan sesuai posisi pemakai.
4. Masukkan sarung tangan tersebut ke tangan pemakai, sampai ujung jari tangan pemakai tanpa sentuh.
5. Untuk memakaikan sarung tangan bagian kiri caranya seperti pada memakaikan sarung tangan bagian kanan juga tanpa sentuh
Catatan :
1. Ukuran sarung harus sesuai dengan ukuran tangan pemakai
2. Ukuran sarung tangan orang asia dimulai dari ukuran 5,5 sampai dengan 8,5.
2.8 Cairan Desinfektan
Cairan desinfektan yang biasa dan sering dipakai di dalam kamar operasi antara lain:
1. Savlon pekat dapat membunuh kuman biasa tetapi tidak dapat membunuh
TBC, Spora dan Virus hepatitis (sesuai dengan petunjuk pemakaian).
2. Betadin 10 % dan yodium 2% mempunyai efek kerja yang sama.
3. Alkohol 70%.
a. Tidak dapat membunuh spora dan virus hepatitis.
b. Dapat membunuh kuman biasa pseudomorus deroginosa dan basil
TBC.
4. Cidex
a. Dapat membunuh semua jenis kuman dan virus.
b. Mempunyai efek yang lebih baik diantara desinfektan yang ada.
c. Tidak boleh dipakai langsung ke badan rnanusia.
5. Fenol
a. Dapat membunuh kuman biasa pseroginosa dan basil TBC.
b. Tidak dapat mernbunuh sproa dan virus hepatitis B.
c. Sedikit berefek membunuh euycetes.
6. Presept
a. Dapat membunuh bakteri, spora, jamur, protozoa, virus.
b. Sangat efektif untuk virus AIDS, Hepatitis B.
e. Desinfektan dalam bentuk tablet dapat dicampur dengan aniomic dan non-ionic detergen.
d. Untuk desinfektan di permukaan, peralatan dan perlengkapan rumah sakit, laboratorium.
7. Formalin
a. Tablet
b. Cair
2.9 Teknik Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses teknik penghancuran microorganisme termasuk fungsi spora dan virus dengan tujuan membunuh micro organisme dan mencegah timbulnya infeksi akibat pemakaian alat pembedahan.
2.9.1 Teknik Panas
1. Uap panas dengan tekanan tinggi memakai autoclave, cara ini sangat
efisien dalam banyak hal.
2. Panas kering dengan menggunakan oven panas, tidak dapat untuk mensterilkan plastik dan karet.
3. Merebus dengan air mendidih memakai sterilisator.
2.9.2 Teknik penyinaran ditujukan untuk sterilisasi ruangan
1. Dengan menggunakan sinar ultra violet.
2. Dengan memakai sinar elektron.
2.9.3 Teknik Kimia
1. Dengan menggunakan uap kimia (formalin).
2. Dengan menggunakan larutan kimia (cidex).
3. Dengan menggunakan gas ethelin oxida (EO).
2.10 Benang pembedahan
2.10.1 Asal / bahan benang
1. Logam (wire).
2. Tumbuh-tumbuhan : katun, sutra.
3. Submukosa usus mamalia: catgut plain, catgut chrome.
4. Sintetis : dexon, nylon, prolene, vicril.
2.10.2 Menurut penyerapan
1. Diserap (absorbic).
2. Tidak diserap (non absorbic) sutra, dermalon.
2.10.3 Penampang benang
1. Monofilament : dermalon.
2. Polifilament : sutra, dexon, vicryl.
2.10.4 Ukuran diameter benang : 2,1,0,1/0,2/0,3/0,4/0,5/0 …….0/0 mm).
2.11 Set Standart Pembedahan
2.11.1 Pengertian
Berstandart adalah instrument dan alat tenun yang digunakan untuk tindakan pembedahan tertentu.
2.11.2 Tujuan
Agar tersedianya alat sesuai dengan jumlah dan jenis, kebutuhan untuk memperlancar pelaksanaan tindakan pembedahan serta menciptakan suasana yang harmonis dan kepuasan kerja.
1. Linen
Linen set terdiri dari :
a. Linen besar 4 Buah
b. Linen kecil 13 Buah
c. Gaun operasi 5 Buah
d. Sarung meja mayo 1 Buah
2. Pembagian alat instrument
a. Instrument dasar
Instrument dasar ini dipergunakan untuk pembedahan yang sifatnya
sederhana dan tidak memerlukan instrument tambahan. Instrument
dasar ini terdiri dari :
1) Desinfeksi klem : 1
2) Dock kiem : 6
3) Handvet mes no 4 : 2
4) Handvet mes no 3 : 2
5) Pinset anatomi : 2
6) Pinset chirurgie : 2
7) Vanpean lurus : 6
8) Vanpean bengkok : 6
9) Van kocher lurus : 6
10) Van kocher bengkok : 6
11) Macam-macam gunting :
a) Gunting preparasi : 1
b) Gunting metzemboun : 1
c) Gunting benang : 1
12) NaId voelder : 2
13) Macam-macam wound haag :
a) Wound haag gigi 4 tajam : 2
b) Wound haag gigi 4 tumpul : 2
c) Wound haag rowhaag : 2
d) Langen back : 2
b. Instrument tambahan
Alat-alat yang digunakan untük tindakan pembedahan yang sifatnya
kompleks dalam macam dan jenis pembedahannya. Instrumen
tambahan pada
1). Instrument tambahan untuk Bedah Saraf
a). Curetage 1
b). Rasparatorium 1
c). Knabel 4
d). Hayet 2
e). Spring hak 2
f). Elevator 1
g). Laila hak 1
2). Instrument tambahan Khusus
a).Gunting mikro 1 buah
b).Cutting Lup 1 buah
c). Rascel 1 buah
d). Reseptor 1 buah
3). Instrumen tambahan untuk basic fragmen
a). Drill (bor) elektrik
b). Twist drill bit (mata bor) 3,5 mm
c). Depth gauge for screw (pengukur)
d). Tap for 4,5mm
e). Sleeve drill bit for 3,5mm
f). Sleeve tap for 4,5 mm
g). Screw driver
h). Screw dan plate
4). Instrumen tambahan small fragmen :
a). Drill (bor) elektrik
b). Twist drill bit (mata bor) 2,7 mm
c). Depth gauge for screw (pengukur)
d). Tap for 3,5 mm
e). Sleeve drill bit for 2,7mm
f). Sleeve tap for 3,5 mm
g). Screw driver
h). Screw dan plate
c. Macam-macam alat dan bahan steril yang diperlukan untuk tindakan
pembedahan.
1) Bengkok
2) Cucing
3) Kassa dan deppers
4) Mest no. 20
5) Sarung tangan berbagai ukuran
6) Diathermie (monopolar dan bipolar)
7) Selang dan canule suction
8) Korentang dan tempatnya
9) Washlap
10) Macam-macam spuit
11) Larutan desinfektan (povidone iodine 10%)
12) Cairan NaCI 0,9%
13) Jarum jahitan besar ½ lingkaran round dan cutting
14) Folley catheter
15) Macam-macam benang
d. Alat penunjang non steril
1) Gunting verban
2) Hypafix
3) Tempat sampah
4) Suction pump
5) Mesin diathermi dan plat diathermi
2.12 Peralatan Di Kamar Operasi
1. Kamar bedah paling sedikit harus dilengkapi :
a. Meja operasi.
b. Lampu operasi.
c. Meja alat-alat dan instrument.
d. Alat penghisap.
e. O2 dalam tabung.
f. Peralatan anestesi.
g. Standard infus.
h. Standard lampu.
i. Waskom + standard.
j. Tempat sampah.
k. Diatermi.
2. Kamar cuci tangan ( Scrub-Up )
a. Wastafel dengan krannya untuk 2 orang.
b. Perlengkapan cuci tangan ( sikat kuku dalam tempatnya ) dan bahan untuk cuci tangan.
c. Skort plastik / karet.
d. Handuk.
3. Kamar sadar kembali (recorvery)
a. Ternpat tidur beroda.
b. Perlengkapan untuk infus.
c. Perlengkapan premudikasi.
d. Oksigen (O2).
e. Perlengkapan observasi.
f. Obat-obatan.
4. Kamar sterilisasi di tempat
a. Tempat untuk merendam alat-alat.
b. Peralatan untuk mencuci sarung tangan.
c. Sterilisator.
d. Autoclave.
e. Lemari.
f. Tempat untuk kasa dan alat-alat tenun.
g. Alat-alat untuk pengepakan instrument dan alat-alat tenun.
5. Laboratorium
Laboratorium sederhana antara mencakupi pemeriksaan keadaan penderita yang mendadak / sesudah dilakukan pembedahan.
6. Kamar instrument
Untuk menyimpan instrument tambahan yang dipergunakan untuk operasi harian maupun cadangan. Penyimpanan dalam lemari kaca, secara berkelompok menurut jenisnya instrument.
7. Ruangan arsip
Ruangan ini tempat penyimpan arsip penderita yang sudah dibedah, juga merupakan ruangan administrasi bagi keperluan penderita yang akan dan sudah dibedah.
8. Kantor
Ruangan ini selain tempatnya kepala instalasi juga merupakan tempat informasi, agar tahu siapa saja yang masuk dalam kamar bedah, juga tempat dimana pemesanan alat operasi dan jadwal operasi dapat dilihat.
2.13 Limbah Kamar Operasi
Limbah kamar operasi yaitu ada dua macam yaitu limbah padat dan
limbah cair.
1. Limbah padat
Limbah padat ada dua yaitu : limbah medis dan non medis. Diantaranya limbah medis : kasa yang terkena darah, spuit, mess, botol ampul, selang infuse, jarum Sedangkan contoh limbah non medis : kertas, plastik.
2. Limbah cair
a. Urine
b. Darah
c. Pus
2.14 Posisi Pembedahan
1) Posisi supine Operasi otak, operasi jantung, operasi bedah
abdomen umum, operasi tangan dan kaki.
2) Posisi thyroiditis Operasi daerah leher (operasi thyroidectomy,
operasi oesopagus. operasi larynx, operasi tracheostomia.
3) Posisi Cholelithiasis Operasi liver, bladder.
4) Posisi Trendelenburg Operasi uterus atau ovary, operasi rectum.
5) Posisi Trendelenburg Memberikan anestesi kepada pasien yang full stomach (perut penuh).
6) Posisi Lithotomy Operasi kebidanan, hemorhoid.
7) Posisi Prono Operasi daerah belakang kepala, punggung, belakang lutut, tendo achilis, ginjal, adrenal glands.
8) Posisi Lateral Operasi paru-paru, oesopagus, operasi daerah bahu, sebelah dada, pinggang, operasi femur, hip joint (panggul).
9) Posisi Neprolithotomy Operasi ginjal, adrenal glands.
10) Posisi Jeck-knife Operasi rectum, anus, daerah sacrum.
11) Posisi Mukhammedien Operasi spinal column (sum-sum tulang)
12) Posisi Situng Operasi otak, cervical vertebrae, operasi tonsillectomy.
Selasa, 12 Januari 2010
KISI-KISI UAS MIKROBIOLOGI
KISI-KISI UAS
1. Berikut ini adalah hal yang benar mengenai virus :
2. Di bawah ini penemu Virus pertama kali yang benar oleh :
3. Berikut ini merupakan sifat khusus virus yang tepat, kecuali :
4. Berikut ini hal yang benar mengenai bentuk dan ukuran virus yang benar :
5. Salah satu bagian dari virus yang merupakan lapisan pembungkus tubuh virus, yang tersusun atas protein. Adalah :
6. Berikut ini susunan atau bagian dari tubuh virus yang benar adalah :
7. Kapsid terdiri dari sejumlah kapsomer yang terikat satu sama lain dengan ikatan nonkovalen, fungsi kapsid adalah :
8. Salah satu bagian tubuh virus yang Terdapat di sebelah dalam kapsid berupa materi genetik, yaitu suatu molekul pembawa sifat keturunan. Materi genetik ini berupa ARN atau ADN adalah :.
9. Perkembangbiakan virus mempunyai arti penting agar mengetahui bagaimana virus bisa mematikan atau menstransformasi sel. Adapun tahap-tahap replikasi virus yang tepat di bawah ini adalah :
10. Merupakan tahap penempelan (attachment) virus pada dinding sel inang. Virus menempelkan sisi tempel atau reseptor site ke dinding sel bakteri.
Uraian d iatas merupakan tahap repkliasi virus pada tahap :
11. Berdasarkan jenis asam nukleat, virus dibagi menjadi :
12. Berikut ini adalah kelompok virus DNA yang benar dan tepat adalah :
13. Virus ini memiliki diameter 30 nm, Bulat, Kebal eter, Kloroform Garam emepedu, dapat hidup pada pH rendah dan suhu rendah dan merupakan penyebab penyakit kelumpuhan mendadak/lumpuh layuh pada manusia. Virus apakah yang dimaksud :
14. Sifat virus ini menyebabkan infeksi akut sangat menular ditandai dengan ruam makulopapular menyeluruh didahului oleh demam, batuk, radang konjungtiva berair, biasanya sembuh sendiri, virus apakah yang menyebabkan gejala di atas :
15. Karakteristik virus leuko adalah :
16. Rute transmisi virus atau penularan virus dapat melalui :
17. Cara penularan virus hepatitis pada umunya dapat melalui :
18. Sifat dan karakteristik virus hepatitis A adalah :
19. Berikut ini hal yang benar mengenai virus onkogenik, kecuali:
20. Organisme yang sifatnya antara virus dan bakteri disebut :
21. Berikut ini karakteristik morfologi rikesiae yang benar adalah :
22. Berikut ini hal yang benar menegnai riketsiae, kecuali:
23. Tempat kejadian yang tersering pada pada penyakit riketsiae, adalah:
24. Kelompok riketsiae yang disebabkan oleh R. Prowozeki, dan manusia sebagai host satu-satunya serta vektor yang membawa adalah pedikulus humanus corporis , adalah:
25. Kelompok riketsiae yang disebabkan oleh R. Quintana disebut :
26. Kekebalan dapat digolongkan menjadi :
27. Faktor antimikroba yang bekerja pertama kali dan membantu pada kekebalan alam yang mana secara karakteristik memiliki lapisan stratum korneum disebut :
28. Salah satu proses imunologi dimana sel lekosit polimorf dan sel makrofag dapat melalukan fagositosis kuman, disebut :
29. Faktor antimikroba yang tersiri dari zat anti virus bersifat tidak khas yang dapat menghambat replikasi virus di dalam sel disebut :
30. Kekebalan yang didapat dan terbentuk akibat proses suatu penyakit yang masuk dalam tubuh disebut :
31. Merupakan kekebalan yang didapat karena proses kongenital melalui trans plasenta, disebut :
32. Merupakan kekebalan yang didapat akibat pemberian suatu serum atau hiperimun pada seseorang setelah terkena suatu antigen.
33. Merupakan bahan yang asing untuk bahan yang didalam manusia atau organisme multiseluler lain dapat menimbulkan pembentukan antibodi disebut :
34. Pembagian antigen menurut sifat kimiawinya dibagi menjadi :
35. Suatu zat (globulin) yang dibuat oleh tubuh sebagai respon terhdap rangsangan antigen disebut :
36. Fungsi utama antibodi adalah
37. Antibodi sebagian besar terdapat pada :
38. Berikut ini karakteristik kelas imunoglobulin :
39. Salah satu reaksi serologis dimana jika antigen terlarut bergabung dengan antibodi yang cocok dalam lingkungan yang mengandung elektrolit pada suhu dan pH yang cocok, maka gabungan antigen antibodi menjadi presipitat yang tidak larut, disebut :
40. Jika suatu partikel (antigen) dicampurkan dengan antibodi di dalam elektrolit pada suhu dan pH yang cocok, maka partikel tersebut akan diaglutinasikan digumpalkan à lebih peka dari pada presipitasi, disebut :
41. Serangkaian faktor-faktor yang ada pada serum normal yang diaktifkan oleh interaksi antigen, antibodi sehingga reaksi lain dapat berjalan, disebut :
42. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan antibodi, adalah :
43. Merupakan keadaan yang dicetuskan oleh suatu antigen dan pada pemberian antigen tersebut untuk kedua kalinya akan menyebabkan reaksi patologis, disebut :
44. Kemungkinan hal-hal yang terjadi setelah infeksi terjadi, adalah :
45. Infeksi pertama kali di dalam tubuh host oleh suatu mikroba, disebut :
46. Infeksi yang didapat selama dirawat di Instalasi kesehatan
47. Sumber infeksi pada manusia terdiri dari :
48. Peran Bidan dalam mencegah infeksi Nosokomial sebagai berikut, kecuali :
49. Memberikan bibit penyakit yang telah dilemahkan atau dimatikan atau sebagian partikel kuman, untuk merangsang tubuh membentuk antibodi, disebut :
50. Suatu kegiatan yang berusaha menghilangkan kontaminan yang berpotensial menjadi sumber infeksi yang sekaligus juga menghilangkan sebagian mikroorganisme penting disebut :
1. Berikut ini adalah hal yang benar mengenai virus :
2. Di bawah ini penemu Virus pertama kali yang benar oleh :
3. Berikut ini merupakan sifat khusus virus yang tepat, kecuali :
4. Berikut ini hal yang benar mengenai bentuk dan ukuran virus yang benar :
5. Salah satu bagian dari virus yang merupakan lapisan pembungkus tubuh virus, yang tersusun atas protein. Adalah :
6. Berikut ini susunan atau bagian dari tubuh virus yang benar adalah :
7. Kapsid terdiri dari sejumlah kapsomer yang terikat satu sama lain dengan ikatan nonkovalen, fungsi kapsid adalah :
8. Salah satu bagian tubuh virus yang Terdapat di sebelah dalam kapsid berupa materi genetik, yaitu suatu molekul pembawa sifat keturunan. Materi genetik ini berupa ARN atau ADN adalah :.
9. Perkembangbiakan virus mempunyai arti penting agar mengetahui bagaimana virus bisa mematikan atau menstransformasi sel. Adapun tahap-tahap replikasi virus yang tepat di bawah ini adalah :
10. Merupakan tahap penempelan (attachment) virus pada dinding sel inang. Virus menempelkan sisi tempel atau reseptor site ke dinding sel bakteri.
Uraian d iatas merupakan tahap repkliasi virus pada tahap :
11. Berdasarkan jenis asam nukleat, virus dibagi menjadi :
12. Berikut ini adalah kelompok virus DNA yang benar dan tepat adalah :
13. Virus ini memiliki diameter 30 nm, Bulat, Kebal eter, Kloroform Garam emepedu, dapat hidup pada pH rendah dan suhu rendah dan merupakan penyebab penyakit kelumpuhan mendadak/lumpuh layuh pada manusia. Virus apakah yang dimaksud :
14. Sifat virus ini menyebabkan infeksi akut sangat menular ditandai dengan ruam makulopapular menyeluruh didahului oleh demam, batuk, radang konjungtiva berair, biasanya sembuh sendiri, virus apakah yang menyebabkan gejala di atas :
15. Karakteristik virus leuko adalah :
16. Rute transmisi virus atau penularan virus dapat melalui :
17. Cara penularan virus hepatitis pada umunya dapat melalui :
18. Sifat dan karakteristik virus hepatitis A adalah :
19. Berikut ini hal yang benar mengenai virus onkogenik, kecuali:
20. Organisme yang sifatnya antara virus dan bakteri disebut :
21. Berikut ini karakteristik morfologi rikesiae yang benar adalah :
22. Berikut ini hal yang benar menegnai riketsiae, kecuali:
23. Tempat kejadian yang tersering pada pada penyakit riketsiae, adalah:
24. Kelompok riketsiae yang disebabkan oleh R. Prowozeki, dan manusia sebagai host satu-satunya serta vektor yang membawa adalah pedikulus humanus corporis , adalah:
25. Kelompok riketsiae yang disebabkan oleh R. Quintana disebut :
26. Kekebalan dapat digolongkan menjadi :
27. Faktor antimikroba yang bekerja pertama kali dan membantu pada kekebalan alam yang mana secara karakteristik memiliki lapisan stratum korneum disebut :
28. Salah satu proses imunologi dimana sel lekosit polimorf dan sel makrofag dapat melalukan fagositosis kuman, disebut :
29. Faktor antimikroba yang tersiri dari zat anti virus bersifat tidak khas yang dapat menghambat replikasi virus di dalam sel disebut :
30. Kekebalan yang didapat dan terbentuk akibat proses suatu penyakit yang masuk dalam tubuh disebut :
31. Merupakan kekebalan yang didapat karena proses kongenital melalui trans plasenta, disebut :
32. Merupakan kekebalan yang didapat akibat pemberian suatu serum atau hiperimun pada seseorang setelah terkena suatu antigen.
33. Merupakan bahan yang asing untuk bahan yang didalam manusia atau organisme multiseluler lain dapat menimbulkan pembentukan antibodi disebut :
34. Pembagian antigen menurut sifat kimiawinya dibagi menjadi :
35. Suatu zat (globulin) yang dibuat oleh tubuh sebagai respon terhdap rangsangan antigen disebut :
36. Fungsi utama antibodi adalah
37. Antibodi sebagian besar terdapat pada :
38. Berikut ini karakteristik kelas imunoglobulin :
39. Salah satu reaksi serologis dimana jika antigen terlarut bergabung dengan antibodi yang cocok dalam lingkungan yang mengandung elektrolit pada suhu dan pH yang cocok, maka gabungan antigen antibodi menjadi presipitat yang tidak larut, disebut :
40. Jika suatu partikel (antigen) dicampurkan dengan antibodi di dalam elektrolit pada suhu dan pH yang cocok, maka partikel tersebut akan diaglutinasikan digumpalkan à lebih peka dari pada presipitasi, disebut :
41. Serangkaian faktor-faktor yang ada pada serum normal yang diaktifkan oleh interaksi antigen, antibodi sehingga reaksi lain dapat berjalan, disebut :
42. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan antibodi, adalah :
43. Merupakan keadaan yang dicetuskan oleh suatu antigen dan pada pemberian antigen tersebut untuk kedua kalinya akan menyebabkan reaksi patologis, disebut :
44. Kemungkinan hal-hal yang terjadi setelah infeksi terjadi, adalah :
45. Infeksi pertama kali di dalam tubuh host oleh suatu mikroba, disebut :
46. Infeksi yang didapat selama dirawat di Instalasi kesehatan
47. Sumber infeksi pada manusia terdiri dari :
48. Peran Bidan dalam mencegah infeksi Nosokomial sebagai berikut, kecuali :
49. Memberikan bibit penyakit yang telah dilemahkan atau dimatikan atau sebagian partikel kuman, untuk merangsang tubuh membentuk antibodi, disebut :
50. Suatu kegiatan yang berusaha menghilangkan kontaminan yang berpotensial menjadi sumber infeksi yang sekaligus juga menghilangkan sebagian mikroorganisme penting disebut :
Langganan:
Postingan (Atom)